Suara.com - Terlepas dari kondisi pandemi yang memberi tantangan dalam berbagai hal, faktanya 3 dari 4 pelajar Indonesia masih bersemangat untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Akan tetapi, 32% calon pelajar mengatakan pandemi mempengaruhi rencana mereka, dengan dampak terbesar ialah menunda rencana studi (68%), menemukan pilihan pembayaran alternatif (41%), beralih ke belajar online jarak jauh (24%), dan memilih belajar di negara yang berbeda (20%).
Hal ini diungkapkan melalui sebuah studi yang baru dirilis oleh Wise, sebuah perusahaan teknologi global terkemuka untuk pembayaran dan pengiriman uang.
Penelitian ini dilakukan bekerja sama dengan TransforMe, sebuah startup teknologi pendidikan yang membantu anak muda Indonesia untuk go global.
Baca Juga: Belanda Lockdown, Begini Nasib Pelajar Indonesia
Survei dilakukan terhadap lebih dari 200 mahasiswa Indonesia, yang bertujuan untuk dapat memahami bagaimana pandemi telah berdampak bagi calon pelajar dan pelajar Indonesia yang belajar di luar negeri.
Tantangan pembayaran antar negara menambah beban pelajar internasional
Dalam hal mengirim atau menerima uang dari luar negeri, 58% pelajar Indonesia merasa bahwa tingginya biaya transfer uang ke luar negeri telah berdampak negatif terhadap keuangan mereka, dan sebanyak 36% setuju bahwa lamanya waktu yang dihabiskan untuk menunggu tibanya transfer uang ke luar negeri ke tujuan mempengaruhi perencanaan keuangan mereka.
Selain itu, faktor-faktor ini termasuk di antara enam tantangan terbesar yang dilaporkan oleh pelajar yang belajar di luar negeri — beradaptasi dengan perbedaan mata uang dan nilai tukar berada di urutan keempat, setelah hambatan bahasa (urutan ke-1), homesick (urutan ke-2), dan perbedaan budaya (urutan ke-3).
Kesulitan transfer uang ke luar negeri, yang merupakan layanan penting bagi pelajar internasional, menambah beban yang dihadapi pelajar yang sudah berjuang menghadapi tantangan kesejahteraan yang dipengaruhi oleh pandemi:
Baca Juga: Akibat Pandemi, 40 Persen Pelajar Indonesia Kehilangan Motivasi Belajar
- Untuk pelajar yang mendapat dukungan keuangan dari keluarga, 57% dari mereka mengatakan menerima uang sebulan sekali.
- Sebanyak 52% pelajar penerima beasiswa mengirim uang ke luar negeri setidaknya sekali setiap tiga bulan.
- Kesejahteraan pelajar internasional telah terpukul selama periode ini, di mana pelajar tidak dapat sepenuhnya mendapat pengalaman sebagai pelajar internasional (78%) dan merasa terisolasi dan kesepian (43%), serta mengalami stres dan kecemasan atas situasi kesehatan (40%) menjadi puncak dari dampak pandemi yang dialami pelajar di luar negeri.
Layanan transfer uang ke luar negeri yang lebih baik dapat meningkatkan kualitas hidup pelajar internasional
Dengan rata-rata biaya pengiriman uang global yang tetap tinggi pada 6,38%, tidak heran bahwa sebanyak 84% atau sebagian besar pelajar internasional percaya bahwa pengiriman uang ke luar negeri yang cepat dan transparan akan meningkatkan kualitas hidup mereka ketika belajar di luar negeri.
Cara konvensional untuk transfer uang ke luar negeri melalui lembaga keuangan tradisional biasanya melibatkan biaya yang tinggi dan biaya yang tersembunyi dalam bentuk tambahan biaya nilai tukar yang sering kali tidak diungkapkan, sehingga sebagian besar masyarakat cenderung tanpa sadar membayar lebih dari yang seharusnya.
Terbukti, 22% calon pelajar mengatakan mereka tidak yakin atau percaya bahwa tidak ada biaya tambahan saat transfer uang ke luar negeri.
Faktor-faktor inilah yang menunjukkan pentingnya layanan transfer uang ke luar negeri yang lebih murah, lebih cepat dan lebih transparan untuk mengurangi beberapa kesulitan yang dihadapi para pelajar di luar negeri.
Elian Ciptono, Indonesia Country Manager, Wise, mengatakan, “Survei ini menunjukkan bahwa biaya yang tinggi, transfer yang lambat dan biaya yang tidak transparan yang terdapat pada transaksi mata uang asing, berdampak secara signifikan terhadap keuangan pelajar ketika melanjutkan pendidikan di luar negeri. Di Wise, tujuan kami adalah menyediakan layanan transfer uang yang cepat, murah, dan transparan sehingga dapat mengurangi kekhawatiran keuangan mereka dan fokus untuk mendapatkan pengalaman belajar yang terbaik di luar negeri.”
Retno Lestari, CEO & Founder of TransforMe menjelaskan, "Walaupun ada tantangan terkait pandemi, kami melihat pelajar Indonesia masih antusias untuk belajar di luar negeri. Padahal, TransforMe berdiri di masa pandemi dimana kami telah membantu banyak pelajar yang ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri melalui program inkubator beasiswa kami. Kami harap kami dapat terus mendukung lebih banyak pelajar untuk mengejar impian studi mereka di luar negeri.”
Lebih lanjut, hasil survei ini akan dibedah secara detail dalam sebuah workshop yang diadakan oleh TransforMe, Smart & Successful Strategies to Study Abroad pada tanggal 16 dan 17 Oktober 2021.
Workshop diadakan secara gratis dimana peserta juga akan mendengar dari perwakilan program beasiswa yang akan berbagi informasi mengenai beasiswa Chevening, Fulbright, dan LPDP, serta tips manajemen kehidupan dan keuangan untuk pelajar internasional dari Nadhira Afifa, pemegang gelar Master dan Harvard alumni, dan Elian Ciptono, Country Manager Wise untuk Indonesia dan alumni HEC Paris dan Wharton School.