Suara.com - China memberikan hukuman berat bagi siapa saja pelaku usaha yang terbukti melakukan monopoli.
Terbaru, sebuah perusahaan penyedia jasa pengantaran makanan harus membayar denda hingga Rp 7,6 triliun atau 3,42 miliar Yuan, karena melanggar undang-undang monopoli.
Denda tersebut setara dengan 3 persen dari total pendapatan Meituan selama 2020 senilai 114,7 miliar yuan, menurut keputusan Badan Regulasi Pasar China (SAMR) di laman resminya, Sabtu (9/10).
Lembaga pengawas persaingan usaha itu mulai menyelidiki kasus tersebut pada April lalu.
Baca Juga: Di Tambang Penuh Kelelawar, Pakar Temukan Data, Virus Corona Mungkin di China Sejak 2012
Mereka menemukan bahwa Meituan memaksa pelapak yang menjadi mitranya untuk menandatangani kesepakatan kerja sama secara eksklusif.
Perusahaan tersebut juga kedapatan melakukan sejumlah pelanggaran lain, seperti meminta mitra membayar deposit dan menyiasati teknologi berbasis data dan algoritma sehingga mitra tak diberi kesempatan untuk memilih platform selain Meituan.
Tindakan itu bisa melemahkan inovasi dan dinamika persaingan antarpenyedia jasa serta mengganggu kepentingan pedagang dan pelanggan, kata SAMR.
SAMR memerintahkan Meituan untuk menghentikan segala praktik ilegal dan mengembalikan deposit senilai 1,29 miliar (Rp2,8 triliun) kepada para mitra.
Meituan juga disarankan untuk memperbaiki kesalahannya secara komprehensif, termasuk meningkatkan mekanisme pemberian komisi dan aturan algoritma, serta melindungi bisnis katering skala kecil dan menengah.
Baca Juga: Para Ahli: Covid-19 Dimulai dari Penambangan China di Gua Kelelawar 10 Tahun Lalu
Perusahaan tersebut harus segera menyerahkan laporan perbaikan dalam tiga tahun ke depan, kata SAMR. [ANTARA]