Hari Binatang Sedunia: Ikut Berkontribusi, Ini 5 Cara Melindungi Hewan dan Habitatnya!

Risna Halidi Suara.Com
Senin, 04 Oktober 2021 | 13:23 WIB
Hari Binatang Sedunia: Ikut Berkontribusi, Ini 5 Cara Melindungi Hewan dan Habitatnya!
Bekantan, satwa langka yang terancam punah karena kerusakan lahan gambut. (Foto: Ardiles Rante - Pantau Gambut)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Pedagang menata dagangan di kiosnya di Pasar Burung dan Ikan Hias Depok Solo, Senin (19/2/2018). [Solopos/Nicolous Irawan]
Ilustrasi Pasar Burung dan Ikan Hias Depok Solo [Solopos/Nicolous Irawan]

Percaya atau tidak, angka perdagangan satwa liar terbilang tinggi di dunia. Posisinya berada di nomor empat, setelah perdagangan manusia, senjata, dan narkoba. Banyak orang beranggapan, satwa yang telah keluar dari habitatnya boleh ditangkap dan diperjual-belikan di kota.

Dr Herlina Agustin, seorang peneliti dari Universitas Padjadjaran mencontohkan, di Lampung sering terjadi penyelundupan burung liar. Burung tersebut kemudian dikirim ke kota-kota di Pulau Jawa, karena Jawa menjadi pusat penjualan satwa terbesar di Indonesia.

"Ketika satwa sudah dipelihara oleh manusia, proses rehabilitasinya akan sulit sekali. Perlu waktu bertahun-tahun untuk membuat satwa itu kembali berfungsi sesuai kodratnya di alam. Proses adaptasinya butuh waktu lama. Mereka yang sudah terbiasa diberi makan, harus mencari makanan sendiri saat hidup di alam lepas," kata Titin, sapaan akrab dosen Jurusan Jurnalistik ini.

Padahal menurutnya, satwa liar memiliki peran dan fungsi di alam yang tidak bisa tergantikan oleh manusia, bahkan mesin sekalipun. Misalnya, serangga. Jika serangga punah, maka penyerbukan tanaman akan terganggu.

Akibatnya, tidak ada hasil tanaman yang dapat dipanen. Lola menambahkan, perdagangan satwa langka juga merambah media sosial. Karena itu, ia berharap Anda berani melaporkan segala aktivitas perdagangan satwa langka kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.

2. Edukasi soal satwa

Ilustrasi hewan dan tumbuhan. (Unsplash)
Ilustrasi. (Unsplash)

Titin menyebutkan, melalui muatan lokal yang terangkum dalam kurikulum sekolah, guru bisa menjelaskan tentang habitat satwa di sekitar lingkungan sekolah itu. Misalnya, siswa perlu berhati-hati ketika melewati daerah sungai karena area itu merupakan habitat buaya.

Guru juga bisa mengingatkan pentingnya mematuhi papan larangan yang sudah diletakkan di sana. Dengan begitu, konflik antara manusia dan hewan liar bisa diminimalkan.

Titin mencontohkan, sekolah bisa bekerja sama dengan BKSDA atau jagawana yang menjaga hutan sekitar sekolah. Mereka bisa menceritakan kisah-kisah memilukan tentang satwa yang mati karena tersiksa oleh jerat pemburu atau mati karena kebakaran yang disebabkan oleh puntung rokok.

Baca Juga: Hewan Langka Mirip Babi dan Berkuku Panjang Ditemukan di Kantor DPRD Kabupaten Solok

Sebetulnya, kebun binatang harus menjadi sarana edukasi soal satwa, bukan hanya sebagai sarana hiburan. Tapi, perilaku hewan di sana harus dibuat seperti di habitat aslinya. Titin melihat hal ini sulit dilakukan, karena luas areanya tidak memungkinkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI