Suara.com - Mayoritas masyarakat lebih mengenal R.A Kartini sebagai pahlawan perempuan Indonesia, tapi sedikit yang mengenal nama Kardinah dan Roekmini.
Dua nama ini adalah pahlawan perempuan Indonesia yang nyaris terlupakan, padahal keduanya ikut berjuang bersama Kartini meningkatkan derajat kaum perempuan Indonesia.
Mengutip Ruang Guru, Kamis (30/9/2021) RA. Kardinah dan RA. Roekmini adalah adik perempuan dari Kartini.
Berkat kekompakan tiga perempuan bersaudara ini, kerap dijuluki Het Klaverblad dalam bahasa Belanda, yang berarti Daun Semanggi.
Baca Juga: Anies Utang Janji Kasih Bantuan ke Cicit Kartini, Tapi Belum Ditepati
RA. Kardinah
Berkat jasanya, nama RA. Kardinah diabadikan sebagai nama sebuah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Tegal.
Pendirian rumah sakit ini, bermula pada tahun 1927, Kardinah mendirikan sebuah rumah sakit yang dinamakan Kardinah Ziekenhuis atau Rumah Sakit Kardinah.
Latar belakang pendirian rumah sakit itu karena rasa simpatinya pada kesehatan masyarakat miskin di Tegal. Dana pembangunan rumah sakit ini pun dari royalti penjualan buku-bukunya dan ditambah dari hasil penjualan kerajinan tangan murid-murid Wisma Pranowo.
Berbeda dengan kakaknya Kartini, Kardinah lebih memusatkan perjuangannya di kota Tegal daripada Jepara.
Setelah menikah dengan Bupati Tegal, Ario Reksonegoro X, Kardinah harus mengikuti suaminya pindah. Di sanalah mendirikan sebuah sekolah untuk masyarakat pribumi.
Baca Juga: Terungkap Kehidupan Keturunan RA Kartini, Hidup Sederhana Jadi Tukang Ojek
Hal ini karena Kardinah tidak merasa puas dengan pemerintah Belanda yang membatasi pendidikan kaum pribumi. Mengingat saat itu pendidikan hanya untuk kalangan atas, terutama laki-laki, yang boleh bersekolah tinggi.
Sekolah ini didirikan Kardinah tepat pada ulang tahunnya yang ke-35, yakni pada 1 Maret 1916 bernama “Sekolah Kepandaian Putri Wisma Pranowo”.
Metode pengajarannya hampir serupa dengan Sekolah Kartini, yaitu sekolah keterampilan perempuan untuk menjadi istri atau ibu yang mapan.
Ada satu hal yang unik dari sekolah ini adalah karena Kardinah membangunnya dari uang royalti penjualan buku dan ditambah beberapa sumbangan lain.
Adapun buku yang ditulis Kardinah ialah buku masakan dan seni membatik, sebanyak masing-masing 2 judul.
Selanjutnya, Kardinah bersama kakak laki-lakinya, Sosrokartono, mendirikan sebuah perpustakaan dari dana swadaya bernama “Panti Sastra”.
Tujuannya didirikan, karena Kardinah bermaksud siapa saja berhak mencicipi pendidikan, khususnya bagi masyarakat kelas bawah.
Hebatnya, perpustakaan ini dibangun tidak menggunakan biaya dari pemerintah.
RA. Roekmini
Adik RA. Kartini ini punya cara perjuangan yang berbeda untuk Indonesia. Dibanding dengan Kartini dan Kardinah, Roekmini yang merupakan perempuan kelahira 4 Juli 1880 ini memiliki pribadi yang lebih maskulin.
Sehingga Roekmini adalah satu-satunya di antara ketiga bersaudara yang menikah tanpa lewat perjodohan. Padahal mereka bertiga sama-sama menentang sistem feudal dan konservatif masyarakat Jawa.
Melalui hobinya yang membuat kerajinan kayu dan melukis, Roekmini membuka sebuah sekolah vokasional atau kejuruan.
Jika Kardinah membangun masyarakat dengan fasilitas-fasilitas, Roekmini lebih memilih di jalur organisasi. Adik tiri Kartini ini sangat aktif di organisasi dan komunitas yang memperjuangkan hak para perempuan
Ia pernah bergabung dengan organisasi pejuang hak pilih perempuan Eropa bernama Vereeniging voor Vrouwenkiesrecht (VVV).
Tidak hanya sebagai anggota biasa, Roekmini bahkan masuk sebagai badan eksekutif sejak Juli 1927 hingga pertengahan 1931.
Roekmini turut berkontribusi dalam beberapa misi, di antaranya adalah pengajuan proposal pendirian cabang VVV di Kudus pada tahun 1928.
Menggunakan nama dari bahasa Jawa “Mardi Kamoeljan” untuk cabang di Kudus, Roekmini berharap perempuan lokal bisa semaju perempuan Eropa.
Cabang ini berada di bawah bimbingan dokter lokal, bidan, dan perkumpulan istri pejabat, jadi diharapkan nantinya penduduk lokal bisa lebih siap dalam kesehatan, pertolongan pertama, dan perawatan anak.
Di tahun yang sama pula, Roekmini bergabung dalam Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta pada bulan Desember.
Bahkan di Kongres Perempuan Indonesia II, ia dipilih menjadi perwakilan Indonesia untuk Kongres Perempuan se-Asia di Lahore, Pakistan bersama Sunaryati Sukemi pada Januari 1931.
Sehingga bisa disimpulkan Roekmini adalah salah satu delegasi perempuan Indonesia pertama di pergerakan internasional.