Penyair Joko Pinurbo: Bahasa Sehari-Hari Bisa Jadi Bahan Menulis Puisi

Kamis, 23 September 2021 | 19:43 WIB
Penyair Joko Pinurbo: Bahasa Sehari-Hari Bisa Jadi Bahan Menulis Puisi
Joko Pinurbo. (Dok: Instagram/tuntunrayu)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dunia syair Indonesia tidak pernah padam. Banyak penyair lama nan ternama mampu telah menginspirasi para penyair baru dalam menuangkan karya-karya puisinya.

Dikatakan oleh penyair Joko Pinurbo, bahasa sehari-hari bisa jadi bahan menulis puisi.

Hal itu ia katakan saat berbicara dalam acara Klub Sastra Ubud Writers Festival Kamis, (23/9/2021), Membumikan Puisi dengan Bahasa Sehari-hari.

"Ternyata dari ragam bahasa tutur dan bahasa sehari-hari, bisa dipakai menulis puisi. Bahkan kalau kita baca buku puisi Sapardi Djoko Damono yang Mboel, itu kan diambil dari bahasa kosakata milenial,” ungkapnya.

Baca Juga: Sastra yang Berseru Menghanyutkan Dunia

Karena dari bahasa sehari-hari inilah yang membuat Joko terinspirasi untuk menulis puisi-puisinya. Hingga kemudian lahir buku puisi Celana, Di Bawah Kibaran Sarung, Pacar Kecilku, dan lainnya.

Di sisi lain, Joko juga mengatakan salah satu inspirasi yang ia ambil adalah buku puisi Sikat Gigi, yang ditulis oleh Yudhistira ANM.

“Menurut aku itu menarik, karena itu bahasanya sehari-hari banget. Dan itu domestik banget,” ungkap lelaki yang telah menerbitkan buku puisi terbarunya, Sepotong Hati Di Angkringan.

Dalam proses menulis kreatifnya, Joko mengaku terus menulis puisi dan mempelajarinya bahasa sehari-hari. Bahkan, ia lakukan itu secara konsisten dan produktif.

“Jadi sebetulnya ini bukan sesuatu yang baru. Mungkin perbedaannya itu aku menekuninya secara konsisten dan terus-menerus,” lanjut Joko.

Baca Juga: Letupan Kematian Berseru Akhir Kehidupan

Saat menerbitkan buku puisi pertama berjudul Celana yang terbit tahun 1999, Joko mengatakan bahwa buku tersebut dapat menggambarkan proses penderitaannya selama bekerja keras dalam menulis puisi.

“Itu menandai akhir dari penderitaanku yang lima belas tahun belajar menulis puisi. Karena aku pernah tenggelam lama banget di kepenyairan liris."

“Jadi aku mencoba-coba teknik yang aku rasa cocok buat aku, meski sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Karena aku banyak mencampur ragam bahasa tutur sehari-hari,” pungkas Joko Pinurbo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI