Suara.com - Permasalahan limbah makanan atau food loss and waste kerap kali dianggap enteng. Padahal, berdasarkan data Bappenas tahun 2021, limbah makanan ditaksir menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp 213-551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun.
Pada sektor lingkungan, dalam periode 2000-2019, limbah makanan di Indonesia mencapai 23-48 juta ton/tahun atau setara dengan 115-184 kg/kapita/tahun.
Industri Food & Beverage (F&B) atau makanan dan minuman merupakan salah satu penyumbang limbah makanan terbanyak, serta menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 1,702.9 Megaton CO2 ekuivalen atau setara dengan 7,29 persen rata-rata emisi GRK Indonesia per tahun.
Selain itu, dari perspektif sosial, kandungan energi yang hilang akibat limbah makanan diperkirakan setara dengan porsi makan 61-125 juta orang per tahun.
Baca Juga: PBB Ungkap 40 Juta Makanan Jadi Limbah di Negara-Negara Arab
Untuk mengurangi limbah makanan, istilah food rescue mulai dikenal dan dilakukan masyarakat maupun perusahaan. Food rescue merupakan upaya penyelamatan makanan berlebih yang masih dalam keadaan baik dan layak makan dari potensi terbuang. Makanan berlebih dari industri F&B diperiksa kembali kualitasnya, dikemas ulang, lalu dibagikan kepada masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.
Upaya inilah yang digalakkan oleh Garda Pangan, wirausaha sosial asal Surabaya yang bertujuan menjadi food bank atau pusat koordinasi makanan berlebih untuk disalurkan kepada masyarakat pra-sejahtera.
Bekerja sama dengan mitra-mitra di industri F&B, Garda Pangan setiap harinya melakukan rescue dengan menjemput makanan yang berlebih yang berpotensi terbuang dari mitra, untuk didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
"Dari sudut pandang saya yang dulunya seorang pengusaha katering, opsi membuang makanan menjadi pilihan ideal karena cepat, murah, dan praktis untuk dilakukan. Tetapi kegelisahan melihat pembuangan makanan tersebut menggerakkan kami untuk menginisiasi Garda Pangan," kata Dedhy Trunoyudho, Founder Garda Pangan dalam siaran pers yang Suara.com terima.
Tidak hanya memastikan semua potensi limbah tidak berakhir di landfill, Garda Pangan juga berupaya untuk membangun kesadaran masyarakat terkait dampak dari makanan berlebih yang terbuang, khususnya di masa pandemi ini.
Baca Juga: Fakta Pilu Di Balik Membludaknya Limbah Makanan, Banyak yang Kelaparan
Bukan cuma itu, Dedhy juga mengungkap jika Garda Pangan juga bekerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki kepedulian yang sama, salah satunya Bank DBS Indonesia.
Executive Director, Head of Group Strategic Marketing Communication, PT Bank DBS Indonesia, Mona Monika menjelaskan jika Bank DBS Indonesia Bank DBS Indonesia bekerja sama dengan Garda Pangan mengajak nasabah pengguna kartu kredit digibank untuk berdonasi dengan menukarkan customer rewards kartu kredit digibank mereka.
Nantinya customer rewards tersebut selanjutnya digandakan (match donation) oleh Bank DBS Indonesia dengan donasi paket sembako. Melalui program ini, Bank DBS Indonesia mendonasikan lebih dari 1.500 paket sembako secara berkala bagi lebih dari 6.000 masyarakat yang terdampak pandemi.
Donasi di antaranya diberikan kepada pekerja harian lepas seperti buruh, kuli, ojek daring, petugas kebersihan, dan penarik becak. Donasi juga dilakukan ke rumah penampungan eks-penderita kusta di daerah sekitar Surabaya, Malang, dan Sidoarjo.
"Harapan kami, inisiatif ini dapat memicu dampak positif, sekaligus mempromosikan pentingnya #Makantanpasisa untuk keberlanjutan lingkungan,” ujar Executive Director, Head of Group Strategic Marketing Communication, PT Bank DBS Indonesia, Mona Monika.