Suara.com - Tanggal 1 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Polwan atau polisi wanita. Mirisnya di usia 73 tahun Polwan hari ini, isu tes keperawanan untuk menjadi polwan masih saja kerap ditemukan.
Hal ini diungkap Brigjen (Purn.) Sri Rumiyati, mantan polwan yang bercerita tes ini sempat ia alami saat bergabung dalam satuan kepolisian di tahun 1984. Ia juga bercerita, penerapan tes ini dilakukan agar calon abdi negara memiliki human atau fisik yang utuh, guna menjaga moralitas Polri dan TNI.
"Kemudian dijelaskan oleh dokter, bahwa itu adalah masalah keperawanan. Kemudian saya tanyakan di situ, kalau perempuan diperiksa masalah keperawanannya bagaimana dengan yang laki-laki, kenapa ini hanya perempuan saja, kenapa laki-laki tidak bisa dilakukan," tutur Rumiyati melancarkan protes saat konferensi pers Change.org, Rabu (1/9/2021).
Di tahun 2006, Rumiyati melancarkan protes tersebut, lantaran ia tidak menemukan hubungan hilangnya keperawanan dengan perilaku moralitas dan integritas perempuan sebagai abdi negara.
Baca Juga: TNI AD Hapus Tes Keperawanan, Komnas Perempuan Minta Ada Aturan Tertulis
Tapi nahas ia mendapat bully dan cemooh yang datang dari berbagai pihak, bahkan dari para anggota polwan yang tidak lain merupakan seorang perempuan.
"Memang banyak penentang waktu itu dan sedihnya penentang bukan hanya dari kaum laki-laki, dari kaum perempuan pun juga sama menentang ini. Saya waktu itu dibully," ungkap Rumiyati.
Saat itu, Rumiyati tidak berhenti mengkritisi bahwa keperawanan bukan jaminan perilaku moral seseorang.
Ini karena Rumiyati yang berprofesi sebagai psikolog yang kerap menangani perempuan dan anak korban pemerkosaan di kepolisian, adalah korban yang kehilangan keperawanannya bukan karena ia tidak bermoral.
Tes keperawanan ini juga menutup kesempatan masa depan anak korban pemerkosaan, apabila ingin jadi abdi negara seperti polwan atau prajurit TNI.
Baca Juga: Tes Keperawanan Calon Prajurit TNI AD Wanita Dihapuskan, Jenderal Andika Bilang Begini
"Artinya menutup kesempatan mereka (anak korban pemerkosaan) untuk mengabdi pada negara polisi atau TNI. Padahal mereka adalah korban, dan apakah korban seperti mereka pasti bakal melaku perilaku amoral," tutur Rumiyati.
Sejak 2014 lalu, Kapolri Badrodin Haiti mengatakan tes keperawatan tidak lagi dilakukan saat pendaftaran keanggotaan polri.
Sedangkan pada awal Agustus 2021 lalu, Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Andika Perkasa mengaku akan menghapuskan tes keperawanan untuk rekrutmen prajurit wanita TNI dan juga calon istri prajurit TNI.
Tapi sayangnya, kedua pernyataan ini masih sebatas pernyataan dan belum tertuang sebagai hitam di atas putih dalam bentuk peraturan atau surat keputusan, yang harus dipatuhi.