Suara.com - Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, bangsa Belanda yang terusir melarikan diri ke Australia dan menghimpun kekuatan baru untuk kembali berkuasa, yang kemudian diberi nama pasukan NICA (Netherland Indies Civil Administration).
Mengutip Ruang Guru, Rabu (1/9/2021), kedatangan pasukan NICA sempat mempersulit para pemimpin Indonesia, karena memicu kerusuhan dengan melakukan provokasi.
Pasukan NICA ini bahkan kerap meneror pemimpin Indonesia, padahal saat itu tahun 1946 dan Indonesia sudah menyatakan kemerdekaanya sejak 17 Agustus 1945.
NICA terbentuk pada 3 April 1944 di Australia. Awalnya hanya bertugas sebagai penghubung antara Pemerintah Kolonial Belanda di pengasingan dengan Komando Tertinggi Sekutu di wilayah Pasifik Barat Daya, yakni SWPA atau South West Pacific Area.
Baca Juga: Suara Terompet dan Noni Belanda dari Makam Tentara di Cimahi
Selanjutnya di bawah kepemimpinan H.J. Van Mook yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, bersama dengan Jenderal Douglas MacArthur dari AS yang saat itu merupakan panglima tertinggi SWPA, keduanya menyepakati bahwa Hindia Belanda (sebutan Indonesia oleh bangsa penjajah), yang berhasil direbut oleh pasukan sekutu, akan diserahkan kepada pemerintahan sipil NICA.
Saat itu, NICA yang dipimpin Van der Plass dan Van Mook berusaha mempersenjatai kembali KNIL (Koninklijk Nerderlands Indisch Leger), yaitu Tentara Kerajaan Belanda yang ditempatkan di Indonesia.
Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya, dan Bandung mengadakan provokasi sehingga memancing kerusuhan. Selain itu, gerombolan NICA pun sering melakukan teror terhadap pemimpin-pemimpin Indonesia.
Karena itu, bangsa Indonesia yang mengetahui kedatangan Belanda yang membonceng AFNEI, bertujuan untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
AFNEI adalah pasukan militer yang saat itu datang menyerukan perdamaian dan mendukung kemerdekaan Indonesia, tapi nyatanya pasukan ini ditunggai NICA yang berniat berkuasa kembali di Indonesia.
Baca Juga: Tegas! Sultan Aloeda II Minta Sultan Keturunan Belanda Tinggalkan Keraton Kasepuhan
Selanjutnya, bangsa Indonesia berjuang dengan cara diplomasi serta kekuatan senjata untuk melawan Belanda yang akan menjajah kembali. Konflik antara Indonesia dengan Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia internasional untuk menyelesaikannya.
Saat itu pemerintah kita bersikeras menentang kehadiran staff NICA dan juga penggunaan nama Hindia Belanda dalam lembaga tersebut. Akhirnya Januari 1946, namanya diubah menjadi AMACAB (Allied Military Administration-Civil Affairs Branch).
Setelah Inggris meninggalkan Indonesia dan pembubaran SEAC pada Juni 1946, namanya kembali diganti menjadi Tijdelijke Bestuursdienst (Temporary Administrative Service).