Kebiasaan Bakar Sampah Pengaruhi Kualitas Udara Makin Buruk

Jum'at, 20 Agustus 2021 | 15:35 WIB
Kebiasaan Bakar Sampah Pengaruhi Kualitas Udara Makin Buruk
Ilustrasi: Warga membakar sejumlah sampah yang ada di sekitar tempat tambang pasir ilegal di Muara Sungai Opak, Bantul, Minggu (18/4/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kualitas udara di masa pandemi Covid-19 sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Kendati demikian, saat ini kualitas udara di kota-kota besar di Indonesia semakin memprihatinkan.

Founder dan CEO Waste4Change, Mohamad Bijaksana Junerosano mengatakan, salah satu faktor yang memengaruhi kualitas udara, khususnya di Jakarta, adalah kebiasaan bakar sampah di lingkungan rumah tangga.

“Masyarakat indonesia masih membakar sampah secara sembarangan. Padahal, dalam UU No.18 Tahun 2008 dan PP 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah, berisikan larangan masyarakat untuk membakar sampah,” ujar Junerosano, dalam video yang diunggah akun instagram Bicara Udara, Jumat (20/8/2021).

Junerosano menerangkan, menurut hukum kekekalan energi, energi tidak bisa dimusnahkan dan hanya bisa berubah bentuk. Ia mencontohkan, sampah yang tadinya zat padat, setelah dibakar menjadi gas atau udara dan menjadi polusi udara.

Baca Juga: Angkat Topi! Anak Muda Magelang Berbagi Nasi untuk Pasien Isoman

"Sampah padat yang dibakar berubah menjadi asap dan gas, lalu menjadi polusi udara. Kalau kita tidak mau hidup dengan sampah, mengapa kita mau hidup dengan polusi udara," ucapnya,

Menurut Junerosano, kebiasaan masyarakat untuk membakar sampah terjadi di banyak titik. Sehingga, sulit untuk dikontrol dan sulit diatur pengawasan serta penegakannya.

“Dengan adanya urbanisasi, pertumbuhan laju penduduk dan laju konsumsi, meningkatnya status sosial dan daya beli masyarakat, mempengaruhi praktik pembakaran sampah di masyarakat,” imbuhnya.

Ia menambahkan, cakupan pengelolaan sampah di Indonesia yang saat ini berada di kisaran 70 persen, harus segera ditingkatkan untuk meminimalisir perilaku pembakaran sampah di tengah masyarakat. Jika tidak, maka masyarakat akan tetap melakukan pembakaran sampah.

"Bayangkan apabila kita tidak bisa bernafas secara bebas karena udara sudah sangat beracun," tukasnya.

Baca Juga: ASAP Bali, Optimisme di Tengah Pandemi dengan Buka Usaha Kecil di Daerah Asal

Selain itu, menurutnya dampak polusi udara ini akan lebih terasa di generasi mendatang. Jika saat ini saja kualitas udara tidak baik, kalau tidak segera diatasi, di masa mendatang akan lebih buruk lagi. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk turut menjaga kualitas udara.

"Semoga udara tetap bisa kita nikmati ke depannya. Jangan sampai ada momen anak di masa depan mempertanyakan mengapa buminya menjadi rusak. Mari kita jaga, kita wariskan udara yang bersih," pungkasnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI