Suara.com - Masyarakat Indonesia masih diselimuti suka cita perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Dan tak ada salahnya kita mengenang kembali momen pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan yang diketik Sayuti Melik dan dibacakan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta.
Nama Sayuti Melik memang tidak asing di momen penting dan bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena sosok ini memiliki buah karya tulis yang bisa menggugah siapapun yang membaca.
Mengutip Ruang Guru, Kamis (19/8/2021), Sayuti Melik adalah tokoh yang kerap keluar masuk penjara saat masa penjajahan Belanda di tanah air, karena keberaniannya dalam menulis di surat kabar dan dibaca bangsa Indonesia.
Tercatat dalam sejarah bahwa beliau pernah dibuang ke Boven Digul, Papua, pada tahun 1921 hingga 1933. Selang 4 tahun kemudian, kembali dipenjarakan di Gang Tengah.
Baca Juga: Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dari Penyusunan hingga Dibaca Bung Karno
Nama asli Sayuti Melik adalah Mohammad Ibnu Sayuti, lahir di Sleman pada 22 November 1908. Sayuti meninggal di Jakarta pada 27 Februari 1989 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta.
Pada 1961, ia mendapat penghargaan Bintang Mahaputra, dan pada 1973 mendapat penghargaan Bintang Adiprana.
Mendapatkan pasangan hidup atau seorang istri S.K. Trimurti, yang sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, Sayuti dan Trimurti disebut pasangan suami istri pahlawan Indonesia yang romantis kala itu, dan keduanya berhasil mendirikan Koran Pesat, Semarang.
Sayuti Melik jadi salah satu pemuda yang ikut dalam penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, Karawang pada 16 Agustus 1945 silam.
Sayuti Melik dan pemuda lainnya seperti Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Baca Juga: Wajib Tahu! Ini Isi Naskah Proklamasi yang Asli Saat Dibacakan Soekarno
Desakan ini muncul karena Jepang sudah mengalami kekalahan dari sekutunya. Setelah para pemuda, Sayuti Melik dan rekan-rekan, membawa Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta.
Perumusan naskah proklamasi dilakukan di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Meiji Dori, yang kini dikenal sebagai Jalan Imam Bonjol.
Setelah konsep naskah proklamasi selesai ditulis oleh Soekarno, ia meminta bantuan Sayuti Melik untuk mengetiknya. Sayangnya, di rumah Laksamana Tadashi Maeda tidak memiliki mesin tik, dan disebut-sebut mesin tik hanya ada untuk huruf kanji Jepang.
Laksamana Tadashi Maeda akhirnya membantu mencarikan mesin tik, dan didapatlah mesin tik hasil dari pinjaman mayor Kandelar, perwira Angkatan Laut Jerman.
Ditemani BM Diah, Sayuti Melik mulai mengetik naskah proklamasi. Berhubung Sayuti Melik memiliki background seorang wartawan dan pernah mengenyam pendidikan sekolah guru, sehingga ia paham mana ejaan yang tepat digunakan dalam teks proklamasi.
Usul Sayuti Melik menambahkan “Soekarno-Hatta” dalam naskah tersebut disetujui oleh para perumus dan naskah yang akhirnya ditandatangani oleh bapak proklamator Bung Karno dan Bung Hatta.
Meski begitu, tercatat bahwa Sayuti Melik menentang usulan pengangkatan Soekarno menjadi presiden seumur hidup oleh MPRS kala itu. Selain itu, ia juga memiliki pemikiran yang berseberangan dengan Soekarno.
Soekarno kala itu menggagas usulan tentang Nasakom yang terdiri dari nasionalisme, agama, dan komunisme. Sayuti Melik menentangnya dan mengusulkan mengganti Nasakom menjadi Nasasos atau sosialisme.
Hal ini lantaran, saat waktu itu, Sayuti Melik melihat PKI berusaha memanfaatkan kharisma Soekarno untuk masuk ke dalam pemerintahan.