Viral Mural Jokowi 404:Not Found Dihapus, Ini Sejarah Seni Jalanan Sebagai Bentuk Protes

Minggu, 15 Agustus 2021 | 14:35 WIB
Viral Mural Jokowi 404:Not Found Dihapus, Ini Sejarah Seni Jalanan Sebagai Bentuk Protes
Mural 'Jokowi 404:Not Found' berada di bawah jembatan layang Jalan Pembangunan 1, Kelurahan Batujaya, Kecamatan Batuceper, Kota Tangerang. Kekinian mural mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu telah dihapus. [Ist]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Viralnya penghapusan mural Jokowi 404:Not Found di media sosial menjadi perhatian publik. Apakah seni jalanan tidak boleh menjadi bentuk protes masyarakat?

Mural yang berada di tembok Jembatan Layang Jalan Pembangunan I, Batu Ceper, Kota Tangerang, Banten, ini dihapus aparat karena dianggap menghina lambang negara.

Padahal jika dilihat sejarahnya, penggunaan mural, graffiti, dan seni jalanan lain sebagai bentuk protes bukanlah hal yang aneh.

Dilansir dari Imural.id, mural berasal dari bahasa latin “Murus” yang berarti adalah tembok. Secara luas, pengertian mural adalah menggambar atau melukis sebagai media penyaluran kreatif secara permanen di tembok.

Baca Juga: 7 Fakta Mural Jokowi 404: Not Found, Disoal Mensesneg hingga Pemural Diburu Polisi

Mural Jokowi 404 Not Found dihapus. [Twitter/Ist]
Mural Jokowi 404 Not Found dihapus. [Twitter/Ist]

Seni mural sudah ada sejak 31.500 tahun yang lalu, tepatnya pada zaman pra-sejarah. Mural tertua di dunia ditemukan di Prancis, yang menggambarkan Gua di Lascaux di Prancis Selatan, dan diduga dibuat menggunakan cat air jus.

Hubungan Mural Terhadap Protes Politik dan Sosial

Pada jurnal berjudul Street Art Sebagai Komunikasi Politik: Seni, Protes, Dan Memori Politik yang dilakukan oleh Gede Indra Pramana dan Azhar Irfansyah dari Universitas Udayana, Street Art seperti mural merupakan bagian dari komunikasi politik.

Mereka menjelaskan bahwa seni mural dilakukan sebagai wadah untuk melakukan aksi protes dengan cara kreatif, mulai dari isu politik, sosial, hingga budaya.

Karya mural yang awalnya tumbuh di tembok perkotaan, kini menjadi ikon protes terhadap situasi sosial dan politik di Indonesia. Dalam penelitian ini, salah satu wajah skesta mural yang dibuat adalah wajah Munir, yang merupakan pembela Hak Asasi Manusia yang meninggal di dalam pesawat akibat diracun.

Baca Juga: Apa Arti 404: Not Found? Begini Penjelasan Roy Suryo

Karya tersebut merupakan milik Antitank (Yogyakarta), yang menjadi simbol ikonik perlawanan masyarakat sipil Indonesia.

Selain itu, melansir dari New York Times, protes lewat seni mural juga dilakukan di Amerika Serikat, di mana protes tersebut digunakan sebagai bentuk pembelaan kaum kulit hitam yaitu ‘Black Lives Matter’.

Mural ‘Black Lives Matter’ ini dilakukan di sekitaran Trump Tower, di mana mural ini merupakan bentuk protes terhadap presiden Trump. Lewat protes tersebut, aksi ini dilakukan sebagai bentuk seruan sekaligus suara perjuangan bagi kaum kulit hitam di Amerika Serikat.

Perbedaan Graffiti dan Mural

Sebagian orang mungkin menganggap mural dan graffiti adalah bentuk karya yang sama. Padahal jika dilihat, seni graffiti merupakan coretan yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, dan frase tertentu.

Biasanya alat yang digunakan adalah cat pylox semprot, yang umumnya digunakan dalam seni graffiti.

Sementara it, mural merupakan bentuk gambar kebebasan dalam bentuk yang besar. Mulai dari gambar wajah tokoh, pemandangan, juga bentuk protes terhadap lingkungan sosial.

Jika dulu mural merupakan bentuk ekspresi kritik terhadap isu-isu sosial, perkembangan saat ini membuat mural menjadi bisnis seni lukis yang banyak diminati.

Bahkan, mural bisa menjadi cara untuk mempercantik interior, juga menjadi cara untuk menarik perhatian banyak orang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI