Suara.com - Jamu sudah lama dikenal sebagai minuman kesehatan asli Indonesia yang memiliki banyak manfaat. Namun mirisnya, industri jamu di Indonesia saat ini terancam menghadapi krisis bahan baku, akibat banyak petani yang lebih memilih menanam kopi atau teh, sebagai komoditi untuk diperdagangkan.
“Para petani rempah sebagai penyedia bahan baku dari jamu itu cenderung lebih memilih menanam kopi dan teh. Jika ini berlanjut, jangan sampai rempah kita malah dibudidayakan oleh negara tetangga kita,” kata pendiri Acaraki Jamu, Jony Yuwono, dalam webinar “Telusur Jalur Rempah: Melihat Pengaruhnya pada Kuliner Nusantara”.
Mengutip dari Antara, Jony menyebut bahwa alasan banyaknya petani lebih memilih menanam kopi atau teh adalah karena permintaan atau penjualannya lebih konsisten dibandingkan rempah-rempah.
"Rempah-rempah permintaannya tidak konsisten dan tidak ada bagian penting. Kalau misalnya, industri kopi dan teh ada sortir, kualitas bagus jelek atau bagaimana, sedangkan untuk rempah biasanya digabung saja, tidak disortir mana yang kualitas bagus, sedang atau bawah, sehingga ketika digabung, harga jualnya jadi pukul rata,” kata dia, menjelaskan mengapa harga rempah-rempah lebih murah.
Baca Juga: 5 Fakta Unik Tentang Kunyit Asam: Bantu Redakan Haid Hingga Tak Boleh Bagi Ibu Hamil
Berdasarkan data Riset Tanaman Obat dan Jamu di Indonesia (Ristoja) milik Kementerian Kesehatan tahun 2012, Jony mengatakan telah dilakukan 209 survei dari 1.068 suku yang ada di Indonesia dan tercatat 15.773 resep jamu berasal dari 1.740 spesies tanaman yang berbeda.
Data Ristoja pada Tahun 2015 juga menyatakan 49,5 persen dari pelaku pengobatan tradisional yang meresepkan jamu-jamu tersebut itu sudah berumur 60 tahun ke atas dan hanya sepertiga yang memiliki murid.
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan. Ketika pensiun, siapa yang akan mengolah? Jika tidak ada yang mengolah, bagaimana dengan resep jamu tersebut? Kalau resep itu hilang, bagaimana dengan budi daya terhadap tanaman-tanaman tersebut?
Pakar kuliner William Wongso yang hadir dalam acara tersebut ikut menegaskan sudah saatnya Indonesia untuk lebih memperkenalkan rempah-rempah yang dimiliki melalui berbagai sektor.
“Sudah saatnya kita perlu mengenalkan rempah melalui prosedur, proses edukatif dari SMK, akademisi pariwisata, juru masak profesional. Bukan lagi cuma meminta lada atau pala. Harus tahu lada terbaik berasal dari mana, pala yang terbaik dari mana. Hal-hal ini kita harus kenal,” katanya.
Baca Juga: Tempat Nongkrong di Jakarta, Cocok Buat Melepas Lelah di Weekend
Hal ini lantaran rempah-rempah yang menjadi bagian dari bumbu adalah sebuah keunikan Indonesia yang menjadi bagian dari budaya kuliner dan cerminan kearifan lokal yang berbeda antara satu pulau dengan pulau lainnya.