Suara.com - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penyumbang sampah laut terbanyak di dunia. Untuk itu diperlukan upaya pengurangan dan pengolahan sampah bukan hanya oleh satu pihak saja.
Dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, produsen kemasan, konsumen, hingga masyarakat umum dalam sebuah kolaborasi untuk menguatkan tata kelola sampah serta ekonomi sirkular.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia menghasilkan lebih dari 60 juta ton sampah setiap tahunnya.
Setengahnya merupakan sampah organik rumah tangga dan sekitar 20 persen lainnya adalah sampah plastik.
Dengan jumlah sampah plastik tersebut, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) melihat Indonesia memiliki potensi bahan baku untuk pengelolaan limbah plastik.
Ketua Umum ADUPI Christine Halim menilai, daur ulang limbah plastik adalah salah satu penggerak kegiatan ekonomi berbasis sirkular. Apalagi plastik jenis PET memiliki demand yang tinggi di industri daur ulang.
"Penggunaan bahan ini sejalan dengan visi pemerintah mengenai peta penanganan sampah melalui daur ulang dan pemanfaatan kembali dengan prinsip sirkulasi ekonomi," kata Christine dikutip Suara.com dari siaran pers, Kamis (29/7/2021).
PET adalah jenis plastik yang banyak digunakan sebagai bahan baku produk plastik, seperti kemasan botol dan galon air minum karena sifatnya yang unggul, diantaranya berwarna jernih, ringan, mudah dibentuk, tidak mudah pecah.
Kemasan plastik yang berbasis PET juga dianggap lebih higienis dan aman digunakan, serta mudah didaur ulang, dan bernilai ekonomis relatif tinggi.
Baca Juga: Jelang Idul Adha, Yuk Lakukan Gerakan Kurban Asyik Tanpa Plastik untuk Cegah Pencemaran
"Kami melihat di Cina pengelolaan limbah plastik bisa menjadi bahan dasar seperti untuk pembangunan jalan tol. Kami harapkan ini bisa juga diadopsi di Indonesia nantinya," jelasnya.