Suara.com - Sebagai seorang pedagang, Rasulullah SAW memiliki prinsip yang patut ditiru oleh umat muslim. Apa saja?
Dalam bergadang alias berbisnis, tidak boleh hanya mencari untung sebesar-besarnya tanpa memperhatikan halal dan haram.
Karenanya, berdagang dalam Islam tidak sekadar mengejar dunia, tetapi juga sebagai bekal saat di akhirat kelak.
Dilansir dari Dalam Islam, berikut ini prinsip berdagang ala Rasulullah SAW yang bisa kita tiru.
Baca Juga: Bikin Sedih, Ini Alasan Pedagang BEC Nekat Turun ke Jalan Tolak PPKM Darurat
Shidiq
Rasulullah SAW dikenal karena kejujurannya di keseharian, begitu juga dengan dunia perdagangan. Rasulullah tidak pernah mengurangi takaran dagangannya, menipu atau berbuat curang.
Malahan, Rasulullah memberikan bonus agar para pembeli senang dengan pelayanannya.
Karena sifatnya tersebut, Rasulullah diberikan julukan Al-Amin yang artinya dapat dipercaya. Hal ini disebut lewat hadis riwayat Tirmidzi, bahwa:
“Sesungguhnya golongan pedagang akan dibangkitkan saat hari kiamat sebagai penjahat kecuali pedagang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur”.
Baca Juga: Jadi Bagian Favorit Rasulullah SAW, Paha Kambing Dinilai Paling Sehat untuk Disantap
Amanah
Dalam menjalankan bisnis nya, amanah dilakukan agar pedagang bisa memiliki sifat yang jujur. Meski sebagian pedagang mengambil laba yang cukup tinggi, namun Nabi Muhammad SAW memberitahu harga pokok dengan jujur saat ditanya pembeli.
Sebab cara berdagang Rasulullah bukan semata-mata mencari keuntungan, tetapi menerapkan perilaku baik saat berdagang.
Allah SWT berfirman dalam surat Q.S. Asy-Syuraa ayat 20, bahwa:
Man kaana yuriidu harsal Aakhirati nazid lahuu fii harsihii wa man kaana yuriidu harsad dunyaa nu'tihii mnhaa wa maa lahuu fil Aakhirati min nasiib.
Artinya:
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu kebahagiaan pun di akhirat”.
Tabligh
Saat Rasulullah memiliki barang dalam keadaan cacat, saat berdagang Rasulullah menjelaskan kekurangan dari barang tersebut. Bahkan, cara Rasulullah bukan mau menutupi kualitas barang, karena itu akan merugikan pembeli.
Dalam hadis yang diriwayatkan Ibn Majah, suatu ketika Uqbah bin Amir mendengar Rasulullah berkata:
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak halal bagi seorang muslim untuk menjual barang yang ada cacatnya kepada saudaranya, kecuali jika dia mejelaskan (kekurangan itu)”.
Fathanah
Kreatif dan tidak mudah putus asa adalah sikap yang harus dilakukan, termasuk dalam berdagang. Perlu diingat, apapun yang dijalankan dalam berdagang, semua adalah proses. Hal ini disebut lewat Q.S. Yusuf ayat 87, bahwa Allah SWT bersabda:
Yaa baniyyaz habuu fatahassasuu miny Yuusufa wa akhiihi wa laa tai'asuu mir rawhil laahi innahuu laa yai'asu mir rawhil laahi illal qawmul kaafiruun.
Artinya:
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah kaum yang kafir”.