Suara.com - Tanda-tanda terjadinya toxic family jika sang anak hidupnya sangat tertekan. Bahkan jika memiliki pilihan hidup maupun minatnya, keluarga bisa saja menentang dan menghina anaknya sendiri.
Lebih parahnya, apa yang anak inginkan maupun kemampuannya, bisa dikontrol secara berlebihan oleh orang tuanya. Sebab, orang tuanya hanya mau menginginkan sang anak sesuai kemauan mereka.
Menurut studi dari American Psychological Association yang diungkap oleh founder Ruang Tumbuh sekaligus Psikolog Anak, Remaja dan Keluarga Irma Gustiana, anak yang mengalami toxic family lebih sulit mengekspresikan diri.
Selain itu, sang anak juga tidak bisa memiliki kehidupan privasi jika hidup bersama keluarga yang toksik.
Baca Juga: Anak 5 Tahun Diculik di Balikpapan, Pelaku Naik Motor
“Toxic family itu juga dikenal dengan keluarga yang disfungsi dan tidak sehat. Di mana hubungan dan komunikasi terganggu, sehingga anak sulit mengekspresikan dirinya sendiri,” ungkapnya pada acara The Rise of Toxic Family During Pandemic, beberapa waktu lalu.
Tentunya, anak yang sulit mengekspresikan diri juga berdampak pada kesehatan mental dan juga fisiknya.
“Di toxic family atau keluarga yang beracun, memang satu sama lain merusak secara fisik dan mental. Bahkan diwajarkan kayak ‘Nggak apa-apa sih, dia kan bokap gue’, tapi jika mental ditekan terus-menerus, itu tidak baik dan bisa bikin hidup anak berantakan,” ungkapnya lebih lanjut.
Sisi lain, bahaya atau dampak toxic family juga bisa membuat value sang anak rendah. Bahkan sang anak seperti tidak memiliki kompeten dalam hidupnya, sehingga ini bisa membuat anak rendah dan tidak percaya diri.
“Di keluarga yang seperti ini tentu anak bisa punya value yang rendah, merasa tidak kompeten, merasa pencapaiannya sia-sia, dan itu bisa mengganggu seluruh kehidupan anak,” katanya.
Baca Juga: Ardina Rasti dan Arie Andika Unggah Foto Anak Kedua, Namanya Bagus Banget!
Kata Irma Gustiana, rumah seharusnya menjadi tempat yang paling nyaman dan aman bersama keluarga. Namun jika memiliki keluarga yang toksik, rumah bisa menjadi penjara bagi anak.
“Rumah kayak dipenjara, karena anak dikontrol secara berlebihan dan tidak punya privasi sama sekali,” pungkasnya.