Suara.com - Praktik perkawinan anak tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di dunia. Data menunjukkan, 7,4 juta anak di dunia mengalami praktik perkawinan anak. Hal ini diungkap oleh dosen sosiologi UIN Jakarta, Dr. Ida Rosyidah, M.A, pada webinar Kajian Gender, Jumat (18/6/2021).
Tapi sebenarnya, mengapa praktik perkawinan anak ini masih marak terjadi?
“Adanya penafsiran agama yang membolehkan perkawinan anak itu dilakukan, Seperti menghindari zina misalnya,” demikian Ida mengungkap faktor di balik maraknya perkawinan anak.
“Mereka berpandangan lebih baik nikah muda, meski nantinya cerai daripada melakukan zina. Dan itu penafsiran agama,” ungkapnya lebih lanjut.
Baca Juga: Penelitian: Ini 3 Faktor Terbesar Penyebab Perkawinan Anak di Indonesia
Selain itu, Ida juga mengungkapkan adanya penutupan sekolah di masa pandemi juga turut andil dalam meningkatkan perkawinan anak.
“Alasannya karena bosan di rumah, tidak ada pekerjaan bahkan tugas, jadi penutupan sekolah tersebut bisa meningkatkan perkawinan anak,” katanya.
Praktik perkawinan anak juga terjadi adanya faktor beban ekonomi orangtua. Mirisnya, orangtua memilih melepaskan anaknya untuk dinikahkan, agar nantinya tidak ada tanggung jawab di dirinya lagi.
“Mereka mengorbankan anaknya yang usianya masih remaja dan belum saatnya menikah agar beban ekonominya berkurang,” ujarnya.
Sisi lain, faktor teknologi juga memengaruhi peningkatan perkawinan anak. Salah satunya pengaruh pornografi yang masuk di pedesaan.
Baca Juga: Pandemi Bikin Potensi Perkwaninan Anak Meningkat, Apa Sebabnya?
“Pornografi sudah masuk ke desa-desa. Karena pengaruhn dari teknologi, itu mengubah cara pandang mereka tentang berhubungan intim layaknya suami-istri. Di Ponorogo, misalnya, 97 persen dari 165 kasus dispensasi nikah, itu terjadi karena kehamilan yang tidak diinginkan. Jadi itu tinggi sekali,” pungkasnya.