Suara.com - Pemerintah mengeluarkan rencana memberlakukan pajak pada sejumlah sembako premium. Meski belum dibahas dalam sidang DPR, rencana tersebut telah beredar di masyarakat dan menyebabkan polemik.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa pengenaan tarif PPN sembako sebenarnya hanya dilakukan untuk jenis sembako dengan kualitas premium.
Menurutnya, pemerintah berencana mengerek tarif pajak PPN untuk sembako kualitas premium dengan multi tarif. Namun, Neilmaldrin tidak menjelaskan secara mendetil terkait dengan berapa tarif yang akan dikenakan dan batasan harga bahan pokok yang akan dikenai PPN.
Meski begitu, sentimen kenaikan harga sembako tetap sampai kepada pedagang di pasar tradisional yang paling bersentuhan dengan masyarakat.
Baca Juga: Dukung PPN Sembako, PDIP: Pajak Instrumen Negara Lahirkan Keadilan
Seperti disampaikan pedagang sembako di Bekasi, Masdiana, mengatakan bahwa beberapa barang sembako sudah beberapa naik.
"Ada yang naik, ada juga yang stabil. Kalau yang naik seperti minyak itu naik tinggi. Kalau stabil itu beras," ucapnya.
Bukan hanya penjual pengusaha kuliner juga sudah mulai merasa ada perubahan harga pada beberapa jenis barang.
"Ada perubahan terutama di beberapa bahan pokok. Tapi kita gak tahu sebabnya karena apa. Misalnya kaya minyak kelapa cukup subtansial, bisa sampai 20 persen naiknya," kata Max Mandias, Chef disalah satu restoran di Jakarta.
Daya beli masyarakat berubah
Meski rencana kenaikan harga dikatakan untuk sembako premium, pedagang di pasar tradisional sudah mulai merasakan kenaikan harga itu sejak awal oandemi tahun lalu. Menurut Masdiana, masyarakat jadi menurunkan kualitas barang sembako yang dibelinya.
Baca Juga: Pengusaha Dapat Tax Amnesty Sembako Kena PPN, Hendra Malik: Pemerintah Pemalak Rakyat!
"Kalau yang sebelumnya beli beras harga 10 ribu jadi beli yang 8 ribu. Kalau sebelumnya 12 ribu jadi beli yang 10 ribu. Begitu jadinya. Soalnya untuk menutup kebutuhan yang lain," katanya.
Menurunkan kualitas sembako dinilai menjadi solusi untuk berhemat bagi ibu rumah tangga, kata Ibu efendi. Cara tersebut demi memenuhi kebuuhan yang lain.
"Disiasati kalau bisa ada yang lebih murah, walaupun kualitasnya mungkin kurang bagus. Mungkin solusinya buat ibu rumah tangga cari yang lebih murah," katanya.
Meski yang direncanakan naik merupakan sembako premium yang biasanya lebih banyak dijual di supermarket, Max merasa akan tetap ada perubahan kebiasaan berbelanja di masyarakat.
"Bisa jadi, sebetulnya tergantung seberapa besar pajak yang akan diberlakukan. Tapi kalau kenaikan harga di Indonesia ini, menurut saya akan sangat berpengaruh," katanya.
Pesan untuk anggota DPR
Kenaikan pahak sembako oleh Kementrian Keuangan itu belum dibawa dalam persidangan di DPR. Oleh sebab itu, baik warga, pengusaha, maupun pedagang sama-sama berharap anggota parlemen mempertimbangkan rencana tersebut.
"Kalau bisa jangan, soalnya masih banyak yang lain yang harus dinaikkan pajak. Kenapa harus sembako. Sembako kan buat kebutuhan masyarakat semua Indonesia. Semua dari kalangan kecil, menengah, atas, semua butuh. Jadi kalau itu dibebankan kepada masyarakat, masyarakat menjerit nantinya," kata Masdiana.
Max Mandias juga menyarankan DPR lakukan blusukan agar mengetahui keadaan dan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya.
"DPR harus lebih mendengarkan masyarakat. Maksudnya selama ini image DPR sebetulnya jarang sekali blusukan, lihat kebutuhan yang betul-betul harusnya ada tapi tidak terealisasi, kalau menurutku. Karena itu mungkin kebanyakan di kantor, kebanyakan teori, tidak turun kelapangan. Menurutku ya coba turun ke lapangan lihat realitanya," tuturnya.
Demikian pula dengan pendapat Siska. Ia mengatakan, pemerintah maupun DPR punya PR untuk menjelaskan siapa sasaran kenaikan pajak tersebut.
"Mungkin lebih dipertimbangkan lagi dan jelaskan juga pajaknya buat siapa, sasarannya siapa. Jadi enggak langsung menimbulkan polemik," ujarnya.
Jadi bagaimana menurut Anda? Setujukah meski pajak berlaku untuk sembako premium?