Suara.com - Natasha Sondakh merilis novel pertamanya yang bertajuk She Smells of Turmeric. Novel ini bercerita tentang seorang gadis keturunan Indonesia, Cecilia Poetry, sebagai tokoh utama yang hidup di Amerika. Berawal dari kematian sang ayah yang keturunan Indonesia, Cecilia memutuskan pindah ke Jakarta. Keputusan ini didorong oleh keinginan untuk mengenang dan melihat langsung keindahan Indonesia yang selalu diceritakan sang ayah semasa hidupnya. Saat menginjakkan kaki di Indonesia, maka dimulailah petualangan Cecilia dalam pencarian nilai-nilai asli Indonesia dan juga jati dirinya.
Masalah percampuran budaya dalam kehidupan seorang individu menjadi hal yang sangat umum terjadi di tengah era globalisasi. Individu-individu ini pun terpanggil untuk menemukan jati dirinya dan keinginan itu semakin menguat tak sanggup untuk diredam. Bagian dari identitas mereka yang membuat mereka otentik seakan begitu mendesak untuk ditemukan. Hal inilah yang berusaha dijawab oleh Natasha yang kemudian tertuang dalam novel ini.
Dalam novel fiksi ini juga diceritakan bagaimana Cecilia Poetry harus bertahan dalam menghadapi suatu keadaan yang sangat berbeda di negara baru dengan modal identitas yang dimilikinya sosial, kekeluargaan, dan profesionalnya.
She Smells of Turmeric mengundang setiap pembaca untuk bergabung dengan Cecilia dalam perjalanannya untuk menemukan dan mencintai dirinya sendiri saat dia menavigasi apa artinya menjadi orang Indonesia dan apa artinya menjadi manusia.
Baca Juga: Profil Ronggowarsito: Sang Pujangga Jawa
Di tengah pencarian jati dirinya, karakter utama juga menghadapi berbagai pengalaman pelik dalam proses pendewasaan dan juga cinta. Kisah dan intrik-intrik serta plot yang meruncing dalam novel yang terdiri atas 28 bab ini akan menarik pembaca untuk ikut menerka jawabannya.
Buku ini juga memamerkan 12 foto tempat-tempat di sekitar kota Jakarta oleh Summertime Studios dan sebuah glosarium kosakata Bahasa Indonesia untuk pembaca WNA.
Dalam peluncuran novel She Smells of Turmeric yang digelar online beberapa waktu lalu, Natasha mengaku membutuhkan waktu selama 4 bulan untuk menyusun serpihan-serpihan pemikirannya yang ia tulis dalam kertas-kertas kecil, dan kemudian mengembangkan ceritanya untuk menjadi sebuah novel.
“Buku fiksi ini terinspirasi dari kehidupan nyata, apakah itu tempat yang pernah saya datangi di Jakarta atau pernah didatangi oleh teman-teman,” kata dia.
Dikatakan pula bahwa hadirnya buku ini sebagai upaya Natasha untuk mendekatkan Indonesia ke dunia sastra Barat.
Baca Juga: Profil Ayu Utami: Pengangkat Sastra Wangi di Indonesia
“Kurangnya representasi dan pengetahuan tentang Indonesia yang berujung banyak dari kita menjadi sasaran mikroagresi, stereotip, dan sikap merendahkan ketika berada di luar negeri. Hal ini karena ketidaktahuan mereka akan kompleksnya kehidupan di Indonesia,” kata Natasha yang puisinya “Lantern” ditampilkan di pameran Art.Write.Now di kota New York City.
"Saya mencoba untuk menjaganya senyata mungkin karena buku ini merupakan pandangan WNA ke kehidupan dari orang Indonesia," jelas Natasha lagi, yang karya-karya lainnya telah diterbitkan di berbagai majalah sastra, serta diakui oleh University of Iowa, Columbia University dan The Alliance for Young Artists & Writers.
Menggandeng New Degree Press yang beralamat di kota Washington, DC, Amerika, novel She Smells of Turmeric telah terbit perdana di Amerika Serikat dalam Bahasa Inggris pada 30 April 2021 lalu. Setidaknya 450 eksemplar buku telah laku terjual dan buku tersedia pula dalam bentuk digital dan cetak.
Untuk pasar Indonesia, novel She Smells of Turmeric telah hadir di beberapa toko buku seperti Kinokuniya dan Books N Beyond.