Suara.com - Menu BTS Meal keluaran McD resmi diluncurkan hari ini, Rabu, 9 Juni 2021, pukul 11.00 WIB. BTS Meal sendiri merupakan sebuah kolaborasi dari grup musik asal Korea Selatan, BTS dengan restoran cepat saji McDonald's yang populer disebut McD.
Sejak beberapa hari lalu, menu yang hanya dapat dipesan melalui pemesanan online ini memang ramai dibicarakan. Puncaknya hari ini, saat ratusan pengemudi ojek online (ojol) membludak untuk berburu pesanan BTS Meal McD.
Pada aplikasi ojol, satu paket menu BTS Meal McD ini dibanderol dengan kisaran harga Rp 45 ribu hingga Rp 52 ribu. Namun, dari hype BTS Meal ini, lagi-lagi pengemudi ojek online atau ojol yang mesti menanggung ongkosnya.
Salah satunya dialami oleh pengemudi ojol dari aplikasi Gojek bernama Bimo lewat akun Twitter @GKadang2. Kepada Suara.com, Bimo menceritakan keluh kesahnya saat mesti mengantre selama lebih dari tiga jam dengan bayaran Rp 12 ribu.
Baca Juga: Buntut Kerumunan Promo BTS Meal, Aparat Segel McDonalds Pekanbaru
Pukul 11.00 sebuah pesanan masuk ke aplikasi Gojek Bimo. Posisinya saat itu lumayan jauh. Bimo yang baru saja mengantar pesanan lain, langsung menggeber motornya menuju lokasi McDonald's yang dituju.
Mulanya, ia berpikir bahwa antrean tidak akan terlalu membludak, tetapi dugaannya salah. Begitu tiba, ratusan orang berjaket hitam hijau telah memadati lokasi.
"Itu belum sama yang drive thru," kata Bimo.
Kian menit pengemudi ojol lain terus berdatangan. Beberapa di antaranya bahkan mulai resah, karena masih pandemi Covid-19. Apalagi, setiap pesanan membutuhkan waktu sekitar tiga hingga lima menit untuk disiapkan sebelum diantar ke pelanggan. Alhasil antrean makin menumpuk dan tidak terkendali.
"Kalau lihat post saya di Twitter saya dapat order pukul 11.00 baru bisa nenteng pesanan pukul 14.30," bebernya.
Baca Juga: Imbas Antrean Order BTS Meal, McDonald Pekanbaru Disegel
Dengan antrean yang makin berjubel dan berdesakan, nyaris sulit untuk bisa menjaga jarak sesuai protokol kesehatan. Bukan tidak mungkin pengemudi ojol berisiko tinggi tertular Covid-19.
"Kekhawatiran (tertular Covid-19) pasti ada tapi ya bagaimana lagi kerja kita seperti ini. Tiap hari harus berada di jalanan," kata Bimo.
Ia sudah tahu risiko antre ketika menerima pesanan tersebut. Namun Bimo tidak pernah menyangka akan sepadat dan selama itu. Bimo masih bisa mentolerir jika antrean berkisar dalam waktu satu jam.
"Ini malah sampai tiga jam lebih," ungkapnya.
Sebagai perbandingan, dengan waktu yang sama, Bimo seharusnya bisa dapat lebih dari tujuh order dengan jarak terpendek. Dengan durasi serupa, semestinya ia juga bisa mengumpulkan lebih dari Rp 70 ribu.
"Tadi saya dapat Rp 12 ribu," kata Bimo singkat.
Ini karena aplikasi Gojek sendiri tidak memperhitungkan lama menunggu untuk dimasukkan ke dalam tarif.
Beruntung pelanggan yang memesan BTS Meal McD mau berbaik hati memberikan uang tip, meski Bimo enggan menyebutkan nominal pastinya.
"Iya makanya kalau driver dapat resto yang lama jatuhnya bukan untung," keluhnya.
Kemitraan yang super eksploitatif
Dikutip dari The Conversation, peneliti dari Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) – Universitas Gadjah Mada menemukan, bahwa alih-alih menciptakan kebebasan dan kemerdekaan bagi para ojek online (ojol), hubungan kemitraan justru membuat para mitra atau pekerja gig (pekerja lepas atau sementara) mendapatkan hubungan kerja yang super-eksploitatif.
Dalam penelitian berjudul Di Bawah Kendali Aplikasi: Dampak Ekonomi Gig terhadap Kelayakan Kerja “Mitra” Industri Transportasi Online, mereka mengungkap empat temuan menarik.
Salah satu temuan yang relevan ialah bahwa perusahaan aplikasi seringkali mengendalikan para ojol. Kondisi ini persis seperti ditemui di industri manufaktur dengan hubungan antara buruh dan pengusaha.
Perusahaan aplikasi membuat penilaian konsumen dalam ekonomi gig ini sebagai acuan untuk menertibkan ojol.
Dengan penilaian konsumen, maka perusahaan platform menerapkan standar kualitas layanan. Ketika para ojol mendapatkan rating 1 karena dianggap salah mengirimkan barang atau berkendara tidak aman atau dianggap tidak ramah, maka para ojol akan mendapatkan sanksi.
Dari kasus ini, Bimo berharap bahwa pihak restoran sebagai penyelenggara kegiatan bisa lebih mengontrol situasi. Mulai dari menyesuaikan pesanan hingga memperhitungkan sarana lain.
Sementara itu, para peneliti dari UGM juga merekomendasikan, untuk memperbaiki kesejahteraan bagi pekerja gig seperti tukang ojek online dapat dilakukan pemerintah dengan mengaturnya dalam undang-undang yang spesifik..