Suara.com - Nagita Slavina baru-baru ini kembali jadi sorotan. Fotonya yang menggunakan pakaian adat Papua untuk mempromosikan Pekan Olarhraga Nasional PON XX dikritik habis-habisan.
Salah satu kritik tersebut datang dari aktivis sekaligus pengacara hak asasi manusia Veronica Koman. Ia meminta Nagita Slavina untuk tidak mengapropriasi budaya Papua.
"Dear Duta PON Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, tolong jangan apropriasi budaya Papua ketika mempromosikan PON. Sedang ada operasi militer besar-besaran di Papua—terbesar sejak era Suharto. Lebih dari 50.000 orang Papua sedang mengungsi di atas tanahnya sendiri," tulis Veronica dalam akun Twitternya.
Tapi ngomong-ngomong, apa sih yang dimaksud dengan apropriasi budaya atau cultural apropriation itu?
Baca Juga: Kenakan Pakaian Adat Papua, Nagita Slavina Diprotes Habis-habisan
Dilansir dari Verry Well Mind, apropriasi budaya mengacu pada penggunaan objek atau elemen budaya non-dominan dengan cara yang tidak menghormati makna aslinya, memberikan penghargaan kepada sumbernya, atau memperkuat stereotip atau berkontribusi pada penindasan.
Dalam konteks ini, kritik tersebut datang lantaran Nagita Slavina menggunakan pakaian adat Papua, sementara banyak warga asli Papua sendiri yang mengalami diskriminasi dan penindasan.
Dengan cara ini, apropriasi budaya sendiri merupaka fenomena berlapis dan bernuansa yang mungkin sulit dipahami oleh banyak orang atau mungkin tidak disadari ketika mereka melakukannya sendiri.
Mungkin wajar untuk menggabungkan dan memadukan budaya ketika orang-orang dari latar belakang yang berbeda berkumpul dan berinteraksi.
Bahkan, banyak penemuan dan kreasi indah yang lahir dari perpaduan budaya tersebut, seperti musik country. Namun, garis tersebut ditarik ketika kelompok budaya dominan memanfaatkan elemen-elemen kelompok non-dominan sedemikian rupa sehingga kelompok non-dominan memandangnya sebagai eksploitatif.
Baca Juga: Jenis-Jenis Pakaian Adat Bali, Ada Khusus untuk Janda
Mempelajari konteks apropriasi budaya penting untuk memahami mengapa hal itu menjadi masalah. Meskipun banyak orang mungkin tidak akan berpikir dua kali untuk mengadopsi gaya dari budaya lain, seperti menata rambut di cornrows, kelompok non-dominan memiliki pengalaman sejarah yang membuat tindakan tidak peka terhadap penderitaan masa lalu dan saat ini.
Dalam konteks lain, seorang dengan kulit berwarna mungkin didiskriminasi karena gaya rambut yang berhubungan dengan budaya mereka. Sementara yang lain, sebagai bagian dari kelompok dominan dapat lolos dengan gaya rambut yang sama, membuatnya trendi, dan tidak pernah memahami pengalaman yang berkontribusi pada penemuan gaya rambut di tempat pertama.
Dengan kata lain, orang tersebut telah mengikuti suatu tren karena tampaknya keren, tetapi dengan melakukan itu Anda menunjukkan ketidaksensitifan kepada orang-orang yang menganggap tren itu adalah hidup mereka dan bukan mode terkini.