Berkenalan dengan Flavr Savr, Tomat Transgenik yang Tidak Cepat Busuk

Risna Halidi Suara.Com
Minggu, 30 Mei 2021 | 14:30 WIB
Berkenalan dengan Flavr Savr, Tomat Transgenik yang Tidak Cepat Busuk
Ilustrasi tomat. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Degradasi sumber daya lahan, produktivitas yang semakin rendah, dan perubahan iklim global, dapat menjadi dampak negatif produksi pangan dunia termasuk Indonesia.

Untuk itu, peneliti melakukan beragam cara untuk mampu menciptakan bibit varietas unggul, agar produksi pangan terus berlanjut. Di dunia, peneliti telah menciptakan sebuat tomat varietas Flavr Savr, yang telah berlisensi dan dapat dikonsumsi manusia.

"Tomat yang dikenal dengan nama Flavr Savr merupakan salah satu contoh tomat yang DNA-nya telah direkayasa sehingga tidak cepat membusuk," kata Pengajar Fakultas BioTechnology, Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L) Puti Virgina dikutip Suara.com dari siaran pers, Minggu (30/5/2021).

Flavr Savr merupakan tomat transgenik, yang pertama kali ditanam dengan cara rekayasa genetika komersial. Tomat tersebut diproduksi oleh perusahaan Calgene di California Amerika Serikat, dan diizinkan untuk dikonsumsi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat pada 1992 lalu.

Baca Juga: Cobalah Konsumsi 5 Makanan Antiinflamasi Ini Tiap Hari, Lihat Efeknya!

Putu mengatakan, hal tersebut berkat ilmu bioteknologi yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pertanian.

Melalui rekayasa organisme, maka dapat tercipta bibit unggul, varietas tanaman unggul, biopestisida, dan pupuk hayati yang ramah lingkungan sekaligus meningkatkan produksi pangan nasional.

Selain itu kata Putu, populasi warga dunia yang diprediksi terus meningkat hingga 9.7 miliyar pada tahun 2050,  memaksa manusia meningkatkan produksi pangan untuk mencegah risiko terjadinya kelaparan.

Kondisi ini diperparah dengan keterbatasan jumlah lahan subur yang dapat ditanami bahkan di negara agraris seperti Indonesia.

"Teknologi rekayasa genetika mampu menghasilkan tanaman dengan produktivitas yang lebih tinggi sehingga produksi pangan dapat ditingkatkan dengan jumlah lahan yang terbatas," kata Putu lagi.

Baca Juga: Harga Cabai Rawit di Pasar Serpong Makin Pedas, Pedagang: Barangnya Susah

Dengan adanya teknologi rekayasa genetika, maka memungkinkan manusia merekayasa mahkluk hidup hingga memiliki sifat yang dibutuhkan.

Dengan teknologi juga, manusia juga dapat menghasilkan tanaman yang tahan hama serta cuaca ekstrim, dan juga memiliki produktivitas yang lebih tinggi.

Kualitas pangan dapat ditingkatkan salah satunya dengan menunda atau memperlambat proses pematangan buah sehingga tidak mudah busuk selama proses distribusi dan penyimpanan.

Selain itu, kualitas pangan juga dapat ditingkatkan dengan memperkaya kandungan nutrisi pada pangan tersebut. Salah satu contohnya adalah Golden Rice, yang merupakan beras yang telah disisipi gen dari bakteri sehingga dapat menghasilkan beta karoten. Beta karoten tersebut akan diubah oleh tubuh menjadi vitamin A ketika dikonsumsi.

Penerapan bioteknologi pada pertanian Indonesia berpeluang untuk meningkatkan keuntungan. Salah satu contoh adalah produksi ikan salmon oleh perusahaan bioteknologi di US, AquaBounty.

Dengan menyisipkan gen dari salmon Chinook, perusahaan ini dapat menghasilkan salmon dengan ukuran 2 kali lebih besar dalam waktu yang lebih singkat. Tentunya, bila bioteknologi dapat diterapkan di Indonesia maka dapat mendorong budidaya perikanan.

Peran praktisi, peneliti, dan industri bioteknologi dalam membantu mewujudkan kedaulatan pangan sangat strategis dalam kaitannya dengan riset, pengembangan, dan penggunaan tanaman hasil rekayasa genetika serta produk bioteknologi lainnya di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI