Pengguna Aplikasi Kencan Online Rawan Alami Gangguan Psikologis, Mengapa?

Rabu, 19 Mei 2021 | 14:26 WIB
Pengguna Aplikasi Kencan Online Rawan Alami Gangguan Psikologis, Mengapa?
Ilustrasi aplikasi kencan online (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bagi seseorang yang kesulitan menemukan jodoh di dunia nyata, aplikasi kencan online bisa menjadi pilihan.

Tentu tidak semua berakhir jadian atau bahkan menikah. Sebagian hanya berakhir sekadar saling sapa atau bertemu beberapa kali hingga pelan-pelan berpisah.

Tetapi tentu saja, tidak semua orang berniat mencari jodoh di aplikasi kencan. Ada juga yang cuma mencari teman, relasi, atau yang lebih mengerikan, sekadar mencari FWB (friends with benefict).

Dilansir dari Verry Well Mind, aplikasi kencan yang popular seperti Tinder, melaporkan telah digunakan jutaan pengguna di seluruh dunia.

Baca Juga: Dikira Palsu, Wanita Ini Auto Menyesal Tolak Ben Affleck di Aplikasi Kencan

Tidak hanya itu, diperkirakan 20 persen orang Amerika Serikat juga terlibat menggunakan aplikasi kencan online.

Dikatakan Pew Research Center 1, 40 persen pengguna aplikasi kencan online dilaporkan mengalami masalah gejala depresei yang memburuk. Mengapa?

Hal ini disebabkan adanya kecenderungan rasa tertekan dan juga cemas. Fakta lain mengungkap, pengguna aplikasi kencan online juga memiliki jumlah tiga kali lipat stres dibanding non pengguna. Mulai dari mencari validasi dan takut akan adanya penolakan dari seseorang.

Studi mengungkap, mengejar validasi eksternal dalam kencan online berkorelasi dengan tekanan emosional.

Melansir dari Psychology Today, studi melaporkan kejadian yang paling umum dari aplikasi kencan online, saat berkenalan dengan seseorang dengan tujuan membangun hubungan, berakhir dengan ghosting.

Baca Juga: Pasang di Bio! Ini 3 Pantun untuk Memikat Gebetan di Aplikasi Kencan Online

“Ini bisa menjadi pengalaman yang menyakitkan, sekaligus tidak manusiawi dan merusak mental,” ungkap peneliti utama dan associate professor Departemen Psikiatri McGill University, Rob Whitley, PhD.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI