Suara.com - Kebijakan pelarangan mudik ditetapkan pemerintah berlaku mulai tanggal 6 Mei hingga 17 Mei mendatang.
Namun di beberapa titik, pemudik dilaporkan menerobos posko penyekatan. Apa gerangan penyebabnya pemudik tetap nekat?
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dr. Robertus Robet, MA, mengatakan, pelarangan mudik merupakan bentuk strategi mencegah penularan Covid-19 dari pemerintah.
Ia menyebut ini adalah keputusan yang benar di kondisi pandemi. Namun di sisi lain, kebijakan ini akan sulit diterapkan.
Baca Juga: Mudik Dilarang, TKA China Masuk, Fadli Zon: Siapa Tuan Rumah Negeri Ini?
"Mudik itu seperti yang saya bilang, di situasi pandemi bisa dilarang, satu sisi tidak bisa dilarang. Apa salah dan benar, karena ini peristiwa sosial tidak bisa lihat dari ukuran hitam putih. Tapi secara etika dan kebudayaan," ungkap Robertus, dalam acara SuaraLive! bertajuk ‘Mudik TErsekat COVID-19, Gegar Budaya Kala Pandemi, Senin (10/5/2021).
Ia menambahkan ada ikatan kuat antara pemudik dengan kebudayaan di Indonesia. Lebih tepatnya, faktor hubungan dan ketimpangan antara desa dan kota yang kian masif.
"Akibat ketimpangan yang sifatnya struktural antara desa dan kota, di mana desa mengalami kemiskinan yang masif dengan kemajuan ekonomi di kota. Tapi ikatan orang terhadap desa tidak akan hilang. Kenapa, karena desa atau kampung merupakan sarana reproduksi sosial," tambahnya.
Reproduksi sosial, menurutnya adalah ketika seseorang pergi ke kota untuk bekerja, maka seseorang berada di posisi ambivalen.
"Ketika si A pergi ke kota untuk bekerja, maka ada di posisi ambivalen. Seperti kota ini bukan tempat dia, walau ada banyak rejeki dan uang, tetapi kota juga merupakan sumber masalah dan kecacatan moral. Sementara desa merupakan tempat yang baik dan luhur. Nah selalu ada tarikan ambivalen setiap di diri seseorang," ungkapnya.
Baca Juga: Viral Pemudik Jebol Penyekatan di Bekasi, Polda Metro Jaya Tambah Personel
Untuk mencegah COVID-19, Robertus mengatakan Pemerintah memang wajib melarang mudik, supaya tidak terjadi perluasan penularan.
"Tentu itu satu kebijakan yang benar," tutupnya.