Suara.com - Bicara soal makanan, selera masing-masing orang pastilah berbeda-beda. Belum lagi jika ada orang tertentu yang tak bisa menyantap makanan tertentu lantaran alergi atau pantangan. Oleh karenanya, jadi tugas seorang chef untuk memastikan setiap konsumen aman dan merasa nikmat saat menyantap makanan yang disajikannya. Dan bagi Sous chef Hitel Ibis Style Tanah Abang, Jakarta, Yoggi Sanjaya, bukan hal sulit baginya untuk memuaskan pelanggan, terutama jika mereka memiliki request tertentu.
Menurut Yoggi, adalah hal lumrah jika restoran, terutama restoran di hotel, menerima permintaan khusus soal makanan dari tamu yang harus dilaksanakan.
"Kalau ada permintaan, kita harus tahu dulu karakter orang tersebut. Kita harus saring dulu makanannya seperti apa, dia pantangannya seperti apa. Takutnya, misalnya, alergi seafood atau apa. Jadi kita harus tahu dulu dari orang yang request. Kita harus diskusi dulu ke tamu," ucap Yoggi ditemui suara.com di Hotel Ibis Style Tanah Abang, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dikenal kaya akan menu Nusantara, sebagai chef di Hotel Ibis Style Tanah Abang, Yoggi seringkali mendapat permintaan khusus untuk memasak makanan khas Indonesia. Meski restoran tempatnya bekerja juga memiliki menu ala westren dan chinesse food, menurut Yoggi, soto tetap menjadi kudapan favorit yang paling sering dipesan tamu.
Baca Juga: Chef Arnold, Juna, dan Renatta Berkolaborasi untuk Menu Spesial MangkokKu
Terlebih Hotel Ibis Style yang terletak di pusat Jakarta yang kental akan budaya betawi. Menu soto betawi jadi andalan restoran untuk disajikan.
"Konsep di sini mengambil dari kawasan Tanah Abang, untuk makanannya, kita kebanyakan makanan khas Betawi atau Jakarta. Kita sering menghidangkan seperti soto betawi, soto tangkar. Kemudian kita juga punya tongseng sapi. Kebanyakan orang yang datang sering order seperti soto betawi dan soto tangkar," ucap pria asal Bandung tersebut.
Lantaran ada beragam menu soto dari berbagai daerah, penting bagi seorang chef memahami setiap komponen yang ada di dalam soto. Bukan hanya isi daging, kentang, ataupun risol dalam mangkok, tetapi juga harus memahami apakah kuah soto memerlukan santan atau tidak, serta seberapa banyak jika diperlukan.
Karenanya, Yoggi menekankan bahwa memahami resep, atau lebih baik lagi menghapalnya, jadi bagian tugas penting seorang chef. Terlebih di restoran Hotel Ibis Style Tanah Abang yang memiliki menu hingga ribuan jumlahnya.
"Kita harus tahu isiannya juga. Memang basic-nya hampir sama, seperti soto ayam dengan soto medan, warnanya hampir sama kuning. Tapi soto medan harus kasih santan," jelasnya.
Baca Juga: Profil Chef Juna, Bikin Fans Patah Hati saat Isu Pernikahannya Beredar
Penting Jadi Chef yang Fleksibel
Menu yang beragam, ditambah lagi dengan selera tamu yang berbeda-beda, seorang chef makin dituntut untuk memasak dengan fleksibel. Yoggi bercerita bahwa sehari-hari, para koki terbiasa memasak berbagai jenis masakan dalam satu waktu bersamaan, baik itu makanan Nusantara, western food, maupun chinesse food.
"Kita harus fleksibel. Kalau masak satu rendang di-manage, nggak bisa gitu. Harus masak lagi yang lain. Apa bikin bubur, bikin roti, kalau kita hanya fokus pada satu masakan saja, nggak akan terkejar," ujarnya.
Delapan tahun menjadi juru masak di berbagai tempat, Yoggi merasa masakan khas Indonesia lebih sulit dibandingkan dengan masakan luar negeri. Kekayaan pemakaian rempah-rempah, juga berbagai bumbu, membuat satu masakan jadi lebih kompleks.
Berbeda dengan makanan dari negara barat yang sedikit menggunakan rempah-rempah. Sedangkan masakan China, meski sama kaya akan penggunaan rempah-rempah juga, tetapi tetap memiliki cara masak yang berbeda.
"Harus bangga dengan Indonesia, kita banyak masakan nusantara yang bervariasi Jadi mungkin kalau menurut saya, Indonesia agak rumit daripada western. Kalau secara teknik masak, dari nusantara kita masak hampir sama, cuma meng-combine bumbu itu harus benar. Perbedaannya kalau Chinese, harus api besar kemudian pakai penyedap ikan. Kalau Nusantara kan kecap saos," paparnya.
Pengetahuan akan bumbu dan beragam rempah itu yang harus menjadi kuncian jika ingin jadi seorang chef, terutama menguasai masakan Indonesia. Yoggi mengatakan, penting untuk memahami campuran rempah untuk menghasilkan bumbu berwarna merah, misalnya. Atau bumbu putih, juga bumbu kuning. Juga mengenal dari aroma dan rasanya.
Sedangkan untuk keahlian memasak, menurutnya, setiap orang bisa belajar dari mana saja dan dari siapa pun. Terpenting menurutnya, harus rutin latihan, dan juga mengasah mental dan insting terhadap makanan.
"Insting untuk kita masak sedikit atau masak banyak, kita harus bisa. Dan memastikan bumbu supaya pas, itu kita harus tahu. Misalnya garamnya berapa, santannya berapa, itu kita harus tahu dan harus punya standarnya juga," kata Yoggi.
Adaptasi Sejak Pandemi
Ternyata, profesi koki juga turut terdampak kondisi Pandemi Covid-19. Demi menjaga kebersihan, setiap koki juga harus memakai alat pelindung diri (APD) setiap kali sedang masak, lanjut Yoggi.
Ia mengakui bahwa kewajiban memakai masker memang agak menyulitkan tugas chef untuk memastikan apakah aroma masakan telah pas. Juga kondisi dapur yang panas membuat pemakain masker selama berjam-jam tentu makin membuat suhu tubuh mudah meningkat.
"(Pakai masker) mengganggu banget kalau menurut saya. (Indera penciuman) itu penting banget, karena dari aromanya apakah bumbu sudah matang, kita harus cek. Jadi kita double-check aja terus, kita tahu tingkat kematangannya berapa menit," ujarnya.
Meski begitu, adaptasi dengan kondisi tetap tak mungkin dihindari. Demi memastikan kebersihan dan keamanan di dapur, baik terhadap hasil masakan juga untuk koki sendiri, pemakaian APD tetap harus dilakukan.