Suara.com - Pangeran Philip belum lama ini dikabarkan meninggal dunia pada usia 99 tahun. Sebagai salah satu anggota keluarga kerajaan Inggris, tentunya ia mewariskan banyak hal usai meninggal.
Lantas, apa saja warisan yang ditinggalkan olehnya? Pangeran Philip dilaporkan meninggalkan kuda poni dan kereta kesayangannya kepada cucunya yang berusia 17 tahun, Lady Louise.
Dilansir Page Six, suami Ratu Elizabeth II ini memang telah lama berbagi kecintaannya pada hewan berkaki empat tersebut dengan Louise, putri dari putra bungsunya, Pangeran Edward.
Bahkan, Pangeran Philip juga mengajari Lady Louise mengemudi sebelum kematiannya. Sang bangsawan muda ini kemudian menjadi sangat setia pada dua kuda hitam - Balmoral Nevis dan Notlaw Storm milik kakeknya.
Baca Juga: Hangat di Pemakaman, Ini yang Diduga Diucapkan William kepada Harry
Untuk menghormati sang kakek, Lady Louise terlihat melatih dua kuda ini di Taman Besar Windsor pada hari kepergian Pangeran Philip.
Tepat pada upacara pemakaman yang mengharukan, mengharukan lady Louise menarik kuda-kuda tersebut bersama kereta roda empat yang dibuat khusus dengan topi mengemudi, sarung tangan, dan selimut
Tentu saja, Lady Louise berjanji akan terus merawat mereka dan melatihnya peninggalan sang kakek di Windsor.
Lady Louise - yang berada di urutan ke-14 dalam pewaris takhta - menjadi cucu favorit Ratu setelah lama tinggal di retret Skotlandia, Balmoral, pada 2019, kata The Sun.
Pada tahun yang sama, Philip dengan bangga menyaksikan bagaimana Lady Louise yang masih muda bersaing di kompetisi mengemudi kereta di Royal Windsor Horse Show.
Baca Juga: Best 5 Oto: Motoculinary Ala Atalia Praratya, Mobil Listrik Toyota
Philip juga mengajarkan mengemudi kereta kepada ibunya, Sophie, Countess of Wessex, setelah kegiatan tersebut menjadi hobinya. Philip memulainya pada usia 50 pada tahun 1971.
Dia menjadi ahli sehingga mewakili Inggris Raya dalam tiga Kejuaraan Eropa dan enam Kejuaraan Dunia, kata laporan itu. Philip mengatakan dia mengambil hobi inu setelah pergelangan tangan rematik memaksanya berhenti bermain polo, dan menulis tentang sensasi yang diberikan hobi barunya itu dalam sebuah buku tahun 1994.