Suara.com - Masih ingat dengan dosen TikTok yang viral berkat konten edukasinya yang kocak dan seru? Dr. Ira Mirawati M.Si., sang dosen TikTok, masuk dalam nominasi Best of Learning and Education di TikTok Awards Indonesia 2020. Dosen yang sempat merasa terlalu tua untuk ‘bermain’ TikTok ini sekarang memiliki lebih dari 560 ribu follower dengan total 8,4 juta like, padahal belum sampai satu tahun ia aktif di platform media sosial ini.
Menyambut Hari Bumi yang jatuh pada 22 April besok, Ira banyak membuat konten edukasi yang berkaitan dengan kepeduliannya pada bumi. Misalnya, #Taugasih Kalian Bisa Bikin Konten Cinta Hutan dan Skripsi Bertema Kelestarian Hutan.
Tentu saja hal ini bukan tanpa alasan. Ira yang lahir dan dibesarkan di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, memiliki kedekatan dengan alam. Sekitar 500 meter di depan dan 500 meter di belakang rumahnya terdapat hutan, yang sering kali menjadi tempatnya bermain, sekaligus tempat ibunya bekerja sebagai petani karet.
“Mau tidak mau, kita harus merawat bumi ini. Hayuklah kita sama-sama melakukannya. Di mana pun kita tinggal, entah di kota, di dekat hutan, atau di dekat laut, kita bisa, kok, berkontribusi. Langkah-langkah kecil kita akan membantu meminimalkan dampak perubahan iklim,” kata Ira, yang saat ini merupakan Ketua Program Studi Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Manajer Program Hutan Itu Indonesia (HII), Christian Natalie atau yang akrab dengan sapaan Tian, menyebutkan, kampanye dan edukasi tentang lingkungan hidup memang perlu terus-menerus dilakukan.
“Pandemi ini seperti mengingatkan bahwa kita harus berubah dan menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Untuk menyasar generasi muda, kami mengamati, media sosial merupakan sarana edukasi yang paling mengena, Konten kreatif seperti yang dibuat oleh Bu Ira akan membuat anak muda jadi lebih kepo soal isu lingkungan,” katanya.
Lalu, bagaimana cara Ira dan Tian menunjukkan kepedulian mereka kepada bumi? Ini jawabannya, mengutip siaran pers dari Hutan Itu Indonesia (HII) yang diterima Suara.com:
1. Going paperless
Ira menyadari, pandemi mendatangkan kebiasaan baru yang baik bagi kesehatan bumi. Salah satunya adalah pengurangan kertas yang signifikan.
“Tugas kuliah yang dulunya dikumpulkan dalam bentuk hardcopy, sekarang dikirim softcopy saja. Begitu juga dengan skripsi. Bayangkan, kalau satu skripsi tebalnya 250 halaman dan harus diberikan kepada 5 dosen, seorang mahasiswa akan menghabiskan hampir 3 rim kertas. Itu pun kalau skripsinya langsung jadi! Kalau ada revisi, berarti makin banyak lagi kertas yang dipakai. Bagusnya, selama pandemi jadi no ngeprint ngeprint,” kata Ira, yang ingin sekali meneruskan gaya hidup paperless ini ketika nanti kondisi sudah kembali normal.
Baca Juga: Mampukah Perjanjian Escazu Akhiri Pembunuhan Pegiat Lingkungan di AS?
Tian menanggapi, “Kita perlu memahami betul bahwa perilaku konsumtif kita akan kertas dan tisu bisa mengancam pelestarian hutan, karena Hutan Tanaman Industri (HTI) yang bisa ditanami untuk industri kertas dan bubur kertas terus meningkat. Jika permintaan dari kita sebagai konsumen terus meningkat, berarti permintaan alih fungsi lahan hutan juga meningkat. Maka, mengurangi konsumsi kertas dan tisu berarti juga menjaga pelestarian hutan alam kita.”