Suara.com - Data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menemukan bahwa sebanyak 40,2 persen penduduk Asia Tengggara mengalami kekerasan fisik dan seksual.
Angka ini adalah angka tertinggi kedua setelah Afirika dibanding wilayah lainnya di dunia.
Menanggapi ini Wawan Suwandi, Manager Public Relations, Yayasan Pulih mengatakan dari banyaknya aksi kekerasan itu, perempuan jadi yang paling banyak menjadi korban.
"Baik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan dalam pacaran (KDP), maupun kekerasan seksual," ujar Wawan dalam siaran pers STRONG Nation, Jumat (12/3/2021).
Baca Juga: Dewan Militer Myanmar Beredel 5 Media, Ada Editor yang Ditangkap
Hal ini sesuai dengan data WHO yang menyatakan 1 dari 3 perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan.
Sedangkan dari laporan Komnas Perempuan di Indonesia tercatat nyaris 300.000 atau tepatnya 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2020.
Angka di 2020 ini memang lebih rendah dibanding tahun 2019, dengan rekor tertinggi, sebanyak 431.471 kasus kekerasan dengan perempuan sebagai korban.
Fenomena ini menurut Wawan bisa jadi disebabkan korban enggan melapor, karena prosesnya yang rumit.
"Juga situasi psikologi khas korban kekerasan yang membuat korban memilih menunda atau tidak melaporkan kasusnya. Walaupun begitu, tidak berarti kekerasan tidak terjadi,” papar Wawan.
Baca Juga: Pakar: Terdapat Kekosongan Perlindungan Hukum Kasus Kekerasan Seksual
Mirisnya, dalam hal kekerasan seksual hingga saat ini di Indonesia belum memiliki payung hukum yang jelas dan spesifik melindungi para korban.