Suara.com - Sedikitnya ada tiga peran dalam aksi bullying atau perundungan. Selain pelaku dan korban, ada peran tengah yang dalam psikologi disebut bystander.
Psikolog Gracia Stephanie, M.Psi. menjelaskan bahwa bystander adalah orang yang terekspos dengan pelaku bullying dan reaksi dari korban. Bystander menyadari kejahatan pelaku bullying, tetapi tidak tahu cara yang tepat untuk menghalanginya.
"Jadi dia menonton ketika si pem-bully dan korban sedang berhadapan, tapi tidak terlibat secara langsung," kata Gracia dalam webinar Komodo Challange, Jumat (5/3/2021).
Sementara pelaku dan korban, adalah jelas dua orang yang terlibat secara langsung. Seperti bystander, baik pelaku juga korban bullying bisa terdeteksi dari sifat yang ditunjukan. Hanya saja, menurut Gracia, sifat tersebut tidak mutlak. Sehingga tidak ada acuan pasti bahwa seseorang memiliki ciri khusus sebagai pelaku atau korban perundungan.
Baca Juga: Ji Soo Akui Bersalah, Minta Maaf Soal Skandal Bully Saat Sekolah
"Mungkin dia mem-bully (di sekolah) tapi di rumah dia jadi korban bullying dari saudara-saudaranya atau dari orangtua, itu bisa saja. Jadi bisa tukar-tukar perannya dan sebenarnya semua orang bisa jadi korban," ucap Gracia.
Ia menambahkan, pelaku bully secara umum akan menunjukkan perilaku egois, ingin atensi dari orang lain, susah berempati, lebih agresif, ingin mendominasi, juga merendahkan orang lain agar terlihat superior.
Sementara seseorang yang rentan jadi korban bullying kemungkinan secara fisik lebih kecil atau usia lebih muda di antara kelompoknya. Memiliki sifat yang sangat sensitif dan kecenderungan untuk menyenangkan banyak orang.
"Mungkin punya perbedaan terhadap orang lain, baik secara fisik, intelegensi, kemampuan di sekolah. Kemudian secara sosialnya juga beda, mungkin lebih rendah daripada si pem-bully, secara ras, agama, ataupun etnis," paparnya.
Baca Juga: Mengkritik Berbagai Masalah Sosial Melalui Novel Shine karya Jessica Jung