Suara.com - Gerakan Masyarakat Sipil Untuk Penghapusan Perkawinan Anak menilai promosi dan ajakan nikah muda usia 12 tahun dan nikah siri yang dilakukan Aisha Wedding adalah bentuk kejahatan terhadap anak perempuan.
"Kami dengan tegas menyatakan apa yang dilakukan oleh Aisha Wedding ini adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak perempuan. Melanggar hak anak dan termasuk kekerasan berbasis gender," ujar Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti, dalam konferensi pers virtual, Kamis (11/2/2021).
Praktik ajakan menikah muda di usia anak dinilai Dini bisa berdampak pada masa depan dan kehidupan anak yang dilahirkan si anak perempuan tersebut.
Misalnya karena belum siap secara fisik dan mental dalam dunia pernikahan, terjadilah kekerasan dalam rumah tangga, khususnya pada anak yang dilahirkan.
"Kasus ini merupakan puncak gunung es dari praktik perkawinan anak yang masih menjamur masih menjadi PR di negara kita, dan di masa pandemi saat ini semakin menjadi," ungkap Dini.
Baca Juga: Viral Aisha Weddings Promo Nikah Anak 12 Tahun, Misinya Dianggap Berhasil
Selanjutnya Gerakan Masyarakat Sipil yang terdiri dari Plan Indonesia, Institut Perempuan Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK Indonesia), Rumah KitaB, Jaringan AKSI, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), ALIMAT menuntut beberapa hal sebagai berikut:
- Mendesak Kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penegakan hukum terhadap pemilik, pembuat, dan pengelola www.aishaweddings.com.
- Mendesak Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk melakukan pemblokiran terhadap konten-konten online dan melakukan evaluasi terhadap dunia usaha pengelola situs maupun aplikasi berbasis online yang mempromosi perkawinan anak dan menyediakan jasa perjodohan yang mengarah pada tindak pidana perdagangan orang, terutama perempuan dan anak.
- Mendesak dewan pengarah dan perusahaan pengelola situs maupun aplikasi berbasis online turut bertanggung jawab secara proaktif, termasuk menghentikan promosi perkawinan anak dan penyediaan jasa perjodohan yang mengarah pada tindak pidana perdagangan orang, terutama perempuan dan anak.
- Mendesak Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk memperkuat sosialisasi UU No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, guna memperkuat upaya pencegahan perkawinan anak sampai ke tingkat desa.
Termasuk mendorong kementerian dalam negeri untuk menerbitkan kebijakan yang mendorong pemerintan daerah menerbitkan peraturan guna mencegah perkawinan anak - Mendesak kementerian sosial untuk memasukkan upaya pencegahan perkawinan anak ke dalam komponen perlindungan sosial, khususnya jenis bantuan sosial.
- Mendesak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk bergerak bersama dengan organisasi masyarakat sipil dalam upaya menghentikan pihak-pihak yang melakukan promosi perkawinan anak.