Suara.com - Kaus putih adalah outfit basic yang pasti dimiliki hampir setiap orang. Tapi, tidak semua kaus putih (polos) harganya sama. Ada yang dijual dengan harga Rp 50 ribu, dan tak sedikit juga kaus putih polos keluaran butik ternama yang dijual dengan harga Rp 500 ribu. Apa bedanya?
Sebelum Anda emosi karena menganggap Rp 500 ribu adalah harga yang tak masuk akal untuk kaus putih polos yang tampak sama di mata Anda, ada baiknya Anda harus tahu beberapa faktor yang terlibat dalam menentukan harga kaus putih polos. Beberapa faktor mungkin tidak terpikirkan oleh konsumen saat berbelanja.
Segala sesuatu tentang kaus putih tersebut, mulai dari jenis kain, proses pembuatan, hingga merek, dapat memengaruhi harganya.
Lalu, bagaimana kita tahu bahwa apa yang kita bayarkan sepadan dengan yang kita dapat? Jangan-jangan, kita membayar terlalu mahal untuk sepotong kaus putih polos yang tak terlalu berkualitas. Nah, supaya Anda tidak penasaran lagi, simak penjelasan pakar di bawah ini, yang dilansir dari laman Huffpost berikut.
Baca Juga: Video Kamala Harris dan Ponakannya Viral, Warganet Salfok ke Kaus Kakinya
1. Faktor bahan baku
“Kain adalah komponen biaya terbesar dari sebagian besar pakaian yang dikenakan,” kata Margaret Bishop, seorang profesor di Parsons School of Design di The New School dan di The Fashion Institute of Technology, kepada HuffPos.
Kain katun, misalnya, yang merupakan salah satu kain yang paling umum digunakan untuk membuat kaus putih. Preeti Gopinath, profesor tekstil dan direktur program tekstil MFA di Parsons School of Design di The New School, menjelaskan bahwa kualitas kapas yang bagus harganya akan lebih mahal daripada kapas berkualitas rendah.
Pemeringkatannya, katanya, biasanya didasarkan pada panjang stapel, yang merupakan panjang setiap serat di kain. Semakin panjang seratnya, semakin halus benang tersebut. Jika seratnya pendek, banyak serat pendek yang melilit dan Anda akan memiliki lebih banyak sambungan pada benang, membuat kain tersebut memiliki lebih banyak tekstur (kurang lembut).
Kemudian, ada juga serat bermerek yang harganya lebih mahal daripada serat yang tidak bermerek (kasusnya mirip seperti obat generik versus obat bermerek).
Proses yang disebut carding dan combing juga menambah biaya pada produk akhir. Kapas carding adalah proses standar menyikat serat sebelum dipelintir menjadi benang. Itu dapat diikuti dengan menyisir, yang menghilangkan potongan pendek pada benang dan memberikan hasil akhir kain yang halus, kata Gopinath. Proses menyisir ini menghasilkan benang yang lebih halus dan berkualitas lebih tinggi, yang menjadikan harganya juga lebih mahal.
Baca Juga: Penampilannya Bikin Kaget, Viral Pria Beli Kaus Kaki Motif Bulu Kucing
Di atas semua itu, Bishop dan Gopinath mencatat, jika kaus putih terbuat dari kapas 100 persen organik, itu juga akan membuatnya harga semakin mahal. Sebaliknya, kaus yang terbuat dari campuran kain katun dan kain sintetis, seperti poliester, kemungkinan besar akan lebih murah.
2. Faktor proses produksi
Tenaga kerja yang terlibat dalam pembuatan kaus dan negara tempat pembuatannya, juga berperan dalam menentukan harga suatu produk.
Menurut Bishop, "Banyak orang keliru mengira biaya tenaga kerja membuat perbedaan besar dalam biaya kaus, tetapi tenaga kerja adalah bagian yang sangat kecil dari keseluruhan biaya pakaian."
Skala ekonomi juga berperan dalam menentukan harga kaus. Artinya, jika sebuah perusahaan memproduksi 10.000 potong kaus, itu akan lebih murah daripada hanya memproduksi 10 kaus, jelas Gopinath.
Dan tak sedikit juga orang yang mengira negara tempat produksi kaus memainkan peran dalam menentukan harga. Buktinya, banyak orang beranggapan kaus "Made in America" memiliki harga lebih mahal. Tetapi menurut Bishop, tidak selalu demikian. Dia mengatakan bahwa dalam beberapa penelitiannya, dia menemukan bahwa orang dapat memproduksi kaus di Amerika Serikat dengan harga terjangkau namun tetap menghasilkan keuntungan.
Dan jangan lupa juga dengan bea masuk dan biaya pengiriman. Menurut Bishop, bea masuk pakaian ditentukan oleh jenis pakaian, kandungan serat, dan negara pembuatnya.
"Jika kaus diproduksi di negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Amerika Serikat, bea masuknya nol. Tapi kaus yang sama dan diproduksi di negara lain, dapat dikenakan bea masuk 20 persen atau lebih, bergantung pada kandungan serat dan negara pembuatnya," katanya.
3. Biaya pemasaran
Kadang, Anda membayar sebuah produk karena mereknya. Kaos putih keluaran H&M tentu harganya akan berbeda dengan kaos putih keluaran rumah mode seperti Prada. Anda membayar prestise pada sebuah produk.
“Setiap merek atau pengecer memiliki biaya overhead sendiri, persyaratan margin keuntungannya sendiri, dan nilai mereknya sendiri,” kata Bishop.
“Beberapa merek memprioritaskan pengiriman produk berkualitas baik kepada konsumennya dengan harga yang terjangkau, yang lain memprioritaskan menciptakan prestise dan status merek, dan terkadang menggunakan harga tinggi untuk melakukannya,” katanya lagi.
Nah, terlepas dari harga murah atau mahal sepotong kaus putih, Bishop membersi saran mengenai beberapa hal yang harus diperhatikan saat Anda ingin memastikan bahwa Anda mendapatkan kaus yang berkualitas.
Misalnya, jika Anda mengarahkan kain ke arah cahaya, serat benang akan tampak seragam dan halus jika kaus itu terbuat dari kain berkualitas tinggi. Anda juga bisa melatih ujung jari Anda untuk merasakan kainnya. Kaus berkualitas bagus akan terasa lebih halus, katanya.
Pilihan akhir ada di tangan Anda. Mau beli kaus putih yang harga Rp 50 ribu, atau Rp 500 ribu?