Wacana Paspor Vaksin Covid-19, Uni Eropa Masih Hati-hati

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Senin, 18 Januari 2021 | 19:12 WIB
Wacana Paspor Vaksin Covid-19, Uni Eropa Masih Hati-hati
Petugas medis menyiapkan vaksin COVID-19 Sinovac yang akan disuntikan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Duren Sawit, Jakarta, (14/1/2021). Sebanyak 1,2 juta tenaga kesehatan yang selama ini menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia, menjalani vaksinasi COVID-19 tahap pertama yang dimulai sejak Rabu (13/1). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sertifikat atau paspor Covid-19 yang diberikan pada penerima vaksin disebut-sebut mampu membuat Anda terbang ke mana saja tanpa perlu lagi melakukan tes swab PCR.

Menanggapi hal ini, Presiden Dewan Eropa memperingatkan bahwa memperkenalkan sertifikat vaksin Covid-19 untuk perjalanan terlalu dini akan menimbulkan frustrasi yang sangat besar di Eropa.

Dalam wawancara dengan televisi publik Belanda pada Minggu, Charles Michel mengatakan bahwa waktu pemberian sertifikat harus ditetapkan dengan hati-hati.

Michel mengatakan sejumlah besar orang harus divaksinasi sebelum paspor vaksin untuk seluruh UE diterbitkan.

Baca Juga: Empat Hari Usai Suntik Vaksin Covid-19, Begini Kondisi Walkot Tangsel Airin

Dia juga mencatat bahwa sertifikat vaksin perjalanan adalah topik sensitif di banyak negara Eropa karena sejumlah orang akan beranggapan bahwa sertifikat tersebut mewajibkan vaksinasi.

Melalui sebuah surat kepada Komisi Eropa Selasa lalu, Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis mengusulkan sertifikat vaksinasi Covid-19 di seluruh Uni Eropa untuk perjalanan.

Dalam upaya menyelamatkan musim wisata yang akan datang, dia menyarankan agar mereka yang sudah divaksinasi diberi kebebasan untuk bergerak.

Meskipun Mitsotakis menolak gagasan mewajibkan vaksinasi atau prasyarat untuk perjalanan, sarannya telah memecah belah para pemimpin Uni Eropa.

Presiden Rumania Klaus Iohannis mengatakan dia tidak mendukung gagasan itu karena akan membagi penduduk Eropa menjadi dua.

Baca Juga: Kematian Capai 29 Orang, Norwegia Serahkan Keputusan Kepada Dokter

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Jumat menyebut gagasan sertifikat sebagai kebutuhan medis, tetapi memperingatkan tentang kesulitan membuat keputusan politik tentang hak istimewa apa yang harus diizinkan oleh dokumen tersebut.

Para pemimpin Uni Eropa dijadwalkan untuk melanjutkan diskusi pada konferensi virtual tentang koordinasi tanggapan terhadap Covid-19 pada 21 Januari. [Anadolu Agency]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI