Suara.com - Meskipun mendapat tentangan dari pihak berwenang dan juga sikap apatis di masyarakat, seorang presiden rumah sakit di barat daya Jepang terus memperjuangkan hak perempuan dengan kehamilan yang tidak diinginkan untuk diizinkan melahirkan secara anonim.
Rumah Sakit Jikei di Kumamoto, Jepang, menjadi rumah sakit pertama di Jepang yang menawarkan apa yang disebut persalinan rahasia. Artinya, rumah sakit ini mengizinkan perempuan dengan kehamilan yang tak diinginkan untuk dapat melakukan persalinan secara rahasia alias anonim.
Meski tidak dijelaskan apakah sistem seperti itu diizinkan secara hukum di Jepang, rumah sakit ini bukanlah yang benar-benar pertama kali melakukannya. Sebelumnya, tahun 2007, sebuah rumah sakit pernah menguji batasan seputar cara membantu perempuan dengan kehamilan yang tidak diinginkan.
Meskipun ada kewaspadaan mengenai persalinan rahasia, Takeshi Hasuda, obstetrician sekaligus Presiden Direktur RS Jikei, berniat untuk melanjutkan sistem tersebut.
Baca Juga: Sekeluarga Pilih Tinggal di Rumah Sakit, Alasannya Bikin Geleng Kepala
Hasuda memutuskan untuk memperkenalkan persalinan rahasia setelah menghadapi kritik bahwa kehamilan tak diinginkan dapat meningkatkan jumlah kelahiran di rumah yang berbahaya. Para perempuan memilih melahirkan di rumah dan menghindari rumah sakit untuk menjaga kehamilan mereka tetap tidak diketahui.
Dilansir dari laman Mainichi, di Jerman, sistem persalinan rahasia ini secara resmi diperkenalkan pada tahun 2014 ini, untuk membantu perempuan yang tidak mampu atau tidak mau membesarkan bayinya karena situasi kehidupan yang sulit, termasuk kemiskinan dan kehamilan melalui pemerkosaan, dan untuk menyelamatkan bayi mereka yang baru lahir.
Di bawah sistem ini di Jerman, perempuan a hamil dapat melahirkan secara anonim di rumah sakit setelah mengungkapkan identitas mereka hanya kepada konselor kehamilan di luar rumah sakit. Dan anak-anak diperbolehkan mengetahui identitas ibu mereka setelah mereka berusia 16 tahun.
Hasuda berencana mengizinkan perempuan hamil untuk melahirkan anaknya secara anonim setelah memberitahukan identitas mereka hanya kepada konselor kehamilan yang bekerja di rumah sakitnya. Kelahiran tersebut kemudian akan dilaporkan ke pemerintah kota Kumamoto tanpa memberikan identitas orang tua.
Namun, pemerintah kota meragukan apakah pendaftaran anak dengan ibu tanpa nama dapat diterima secara hukum karena kurangnya preseden dan undang-undang terkait.
Baca Juga: Ahli: Banyak Pasien Kanker Terabaikan Bila Virus Corona Tak Berakhir!
Kontroversi pun segera terjadi dengan Perdana Menteri Shinzo Abe dari Partai Demokrat Liberal yang konservatif, mengatakan dia "bertanya-tanya apakah pantas untuk mengatur sesuatu di mana bayi dapat ditinggalkan tanpa nama."
Dalam 13 tahun ke belakang hingga tahun ini, total 155 bayi telah ditinggalkan di ruang bayi, tetapi tidak ada rumah sakit atau organisasi lain yang mengikuti jejak Rumah Sakit Jikei, kecuali satu rumah bersalin kebidanan di Kobe di Jepang Barat.
"Kami perlu melakukan segala upaya untuk memberi tahu tentang penawaran kami untuk perempuan dengan kehamilan yang tidak diinginkan. Jika tidak (begini), hanya sedikit mereka yang akan menghubungi kami," kata Hasuda, seraya menambahkan bahwa dia sedang berpikir untuk mencoba membuat situs web rumah sakitnya terdaftar sebagai yang teratas di mesin pencari ketika pencarian "bayi yang tidak diinginkan".
Sebagian besar bayi baru lahir yang dipisahkan dari orangtuanya di Jepang menghadapi kenyataan pahit. Hingga akhir Maret 2019, hanya 20,5 persen dari sekitar 45.000 anak tanpa orangtua yang tinggal bersama orangtua asuh, sedangkan sisanya tinggal di panti asuhan, menurut Kementerian Kesejahteraan Sosial.