Suara.com - Musibah kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ182 jurusan Jakarta-Pontianak memantik simpati dari masyarakat. Ucapan duka cita membanjir di media sosial, mulai dari Presiden Joko Widodo, para menteri, anggota DPR, hingga influencer dan warganet di dunia maya. Namun cara berbeda dilakukan budayawan Sujiwo Tedjo. Ia justru heran dengan banyaknya ucapan duka cita yang tidak satu makna dengan doa umat muslim.
"Banyak ucapan 'turut berduka cita' hari ini. Tapi aku cari-cari hubungannya dengan “Innalillahi wa innailaihi raaji'un” kok nggak ada ya? Bukankah ini esensinya cuma pengakuan bahwa kita “dari Tuhan kembali ke Tuhan”? Apakah kematian itu duka cita? Jangan-jangan kehidupan ini yang duka cita?" tulis Sujiwo Tedjo dikutip dari Twitter pribadinya, Minggu (10/1/2021).
Meski maksud ucapan duka cita dituturkan untuk keluarga korban, menurut Sujiwo Tedjo, justru orang-orang yang ditinggal meninggal harus dibesarkan hatinya.
"Bukankah yang ditinggalkan juga harus dibesarkan hatinya bahwa kematian bukanlah duka cita sehingga manusia tidak tergila-gila dunia?" ucapnya.
Baca Juga: Sudjiwo Tedjo: Nggak Usah Kasihan pada Para Buzzer yang Jual Nurani
Penulis buku 'Tuhan Maha Asyik' itu mengaku sudah sepuluh tahun berhenti mengucapkan turut berduka cita setiap kali ada keluarga, kerabat meninggal dunia, ataupun musibah yang menelan korban jiwa.
"Udah 10 tahunan lebih ini aku berusaha kembali ke tradisi untuk tak mengucap 'Turut berduka cita; kalau ada yang meninggal. Cuma kuucapkan 'Met jalan Pak/Bu Anu.. Sampai jumpa'," katanya.
Dalang yang juga seorang penyanyi itu menjelaskan bahwa melontarkan 'Turut berduka cita' sebenarnya bukan budaya Indonesia. Bahkan zaman dulu, orang datang ke rumah duka tidak memakai pakaian hitam seperti kebiasaan sekarang.
"Banyak tradisi asli Nusantara yang tidak mendukacitai kematian. Dulu mereka datang layatan tidak dengan baju hitam-hitam, tapi warna warni. Ada yang melawak, menari, dan lainnya. Entah siapa yang bawa paham baru ke Nusantara bahwa kematian adalah duka cita dan dunia ini segala-galanya," tuturnya.
Sujiwo Tedjo melanjutkan bahwa sikap mengagungkan kehidupan dunia dan meyakini dalam bawah sadar bahwa kematian adalah duka cita, membuat manusia tak sadar telah mengejar dunia. Bahkan hingga berani melakukan korupsi juga tindakan tipuan.
Baca Juga: Konser Musik untuk Pilkada Diizinkan, Mbah Tedjo: Mungkin Maksudnya 'Mulia'
Namun, ia menegaskan, bukan berarti tidak mengucapkan duka cita atas musibah kecelakaan pesawat Sriwijaya Air juga tidak perlu mencari mayat dari para korban. "Ya tetap harus dicari! Tapi tidak untuk didukacitai," tegasnya.