Suara.com - Hari Ibu selalu diperingati 22 Desember di setiap tahunnya. Pada Hari Ibu, banyak anak mencurahkan kasih sayang dan perhatian pada sosok ibu tercinta, atau sebaliknya.
Di momen perayaan Hari Ibu 2020, cerita perjuangan hubungan ibu dan anak juga dibagikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Berbicara dalam acara Girls Leadership Class (GLC) yang diprakarsai Yayasan Plan International Indonesia, Sri Mulyani bercerita bagaimana beratnya perjuangan hidup terpisah dari anak.
Sebagai perempuan, Sri Mulyani mengaku sosok yang mudah sekali menangis. Termasuk satu tahun setelah kelahiran anak pertamanya di Amerika Serikat dulu. Perempuan berusia 58 tahun ini mengaku hampir setiap hari menangis karena berpisah dengan anaknya di Indonesia.
Baca Juga: Hari Ibu 22 Desember, 40 Ucapan Selamat untuk Bunda Paling Menyentuh
Peristiwa ini terjadi saat perempuan yang akrab disapa Ani ini sedang menempuh pendidikan S3 dan menyusun disertasi.
Saat itu, keluarga kecilnya yang tinggal di Amerika kehabisan uang. Kondisi tersebut membuat Ani terpaksa berpisah dengan suami serta anaknya yang harus pulang kembali ke Indonesia.
"Jadi mulai anak lahir yang pertama waktu saya lagi di Amerika, lagi menulis disertasi di sekolah. Kemudian dia harus pisah dengan saya, karena duit kamu habis. Jadi dia umur 1 tahun, dia pulang ke Indonesia sama suami saya. Saya sendirian di Amerika harus ngurus disertasi, dan tiap hari nangis," ungkap Ani saat merespon pertanyaan salah satu peserta GLC, beberapa waktu lalu.
Di tengah beratnya beban menanggung peran sebagai ibu, istri dan pelajar, Sri Mulyani mengaku tidak ingin menjadi pengecut yang berlarut-larut dalam perasaan sedih.
Sebaliknya, perempuan kelahiran 26 Agustus 1962 itu memilih mengeraskan hati, dan mengubah rasa rindunya menjadi bahan bakar untuk fokus menyelesaikan studi agar segera meraih gelar doktor.
Baca Juga: Cocok Buat Hari Ibu, Ini Bumbu yang Bikin Masak Makin Praktis
"Tapi itu membuat saya terpacu untuk membuat disertasi secepat mungkin," terangnya.
Kata Menteri Ani, di situasi yang berat itu ia rela punya sedikit waktu untuk tidur demi bertemu dengan anaknya. Ia juga tidak ingin menyerah dengan keadaan dan berlarut-larut dengan kesedihannya.
"Saya tiap hari nongkrongin di depan pintu profesor saya. Saya nulis disertasi, profesor saya periksa, besok saya datengin lagi, udah diperiksa belum. Kalau dia bilang masih kurang, begitu dikasih koreksi saya langsung nulis lagi," ungkap perempuan yang lahir di Lampung itu
"Saya gak tidur, saya tidur sehari 3 sampai 4 jam, karena saya ingin ketemu anak saya lagi," tutupnya.