Suara.com - Siapa yang tidak mengenal ondel-ondel? Kesenian Betawi ini, sangat populer di kalangan masyarakat. Biasanya ondel-ondel digunakan untuk mengiringi pertunjukan musik. Namun, tahukah kamu mengenai sejarah ondel-ondel?
Percaya atau tidak, ondel-ondel sudah ada sejak 1602. Ondel-ondel merupakan simbol leluhur yang dipercaya menjaga masyarakat.
Menurut orang Betawi kuno, karena dipengaruhi oleh adat istiadat Cina dan Arab melalui migrasi, tradisi ondel-ondel dianggap dapat menangkal kejahatan. Wayang-wayang raksasa ini difungsikan sebagai alat semacam 'pengusiran setan', penolak makhluk halus yang konon mengganggu.
Bagi banyak orang, ondel-ondel mewakili roh jinak atau disimbolkan mendiang leluhur yang mengawasi penduduk lingkungan dan keluarga mereka. Selain itu, mengundang ondel-ondel untuk tampil di suatu upacara atau hajatan merupakan salah satu cara untuk melindungi para tamu dari kekuatan jahat.
Baca Juga: Viral Ondel-ondel Berantem sampai Terkapar, Publik Murka: Ngerusak Budaya
Walaupun sering dikatakan mitos, kepercayaan ini masih dipercaya oleh beberapa masyarakat. Oleh karena itu, masih ada beberapa yang menggunakan ondel-ondel masih mempraktikan cara-cara seperti yang dilakukan oleh leluhur. Selain itu, kepercayaan itu juga dianggap sebagai cara mempertahankan warisan budaya Betawi.
Diceritakan, dalam membuat konstruksi ondel-ondel tidaklah sembarangan karena terdapat beberapa ritual terlebih dahulu. Kesenian yang terbuat dari anyaman bambu setinggi 2,5 meter dengan diameter sekitar 80 sentimeter ini, harus mempersembahkan sesajen seperti kemenyan dan tujuh jenis bunga untuk membuatnya.
Anyaman bambu yang digunakan dibuat untuk membuat cangkang ondel-ondel yang berongga, bagian muka diukir dengan indah dari kayu. Untuk bagian rambu rambut diolah dengan hati-hati dari daun pohon palem yang dikeringkan.
Mirip dengan ogoh-ogoh di Bali yang keluar pada malam Nyepi, ondel-ondel akan diarak keliling desa untuk mengusir kekuatan negatif. Bentuk ondel-ondel yang sedikit menyeramkan dikatakan sebagai gambaran makhluk jahat. Pola warna yang digunakan juga sebagai simbol kebaikan dan kejahatan.
Bentuk ondel-ondel laki-laki sering kali berwajah merah dan memakai kumis yang mengesankan, sedangkan perempuan berwajah putih dengan bibir merah cemberut mengingatkan pada geisha di Jepang. Kedua bagian dari pasangan bahagia ini mengenakan ikat kepala kembang kelapa yang runcing.
Baca Juga: 7 Pedagang Positif Covid-19, Pasar Cileungsi Ditutup Sementara
Selain itu, pewarnaan pada ondel-ondel memiliki filosofi tersendiri. Ondel-ondel laki-laki memiliki wajah merah sebagai simbol kejahatan, sedangkan versi perempuan memiliki wajah putih sebagai simbol kekuatan yang baik.
Sejak tahun 1966 hingga 1977, fungsi ondel-ondel diubah oleh Ali Sadikin, Gubernur Jakarta. Penggunaannya kemudian diubah sebagai simbol Ibu Kota. Wayang Betawi ini sejak saat itu tidak ada lagi tradisi atau ritual pawai keliling desa, melainkan digunakan sebagai perayaan yang meriah.
Saat ini ondel-ondel digunakan untuk menyambut tamu kehormatan, pada prosesi untuk upacara sunat atau pernikahan. Selain itu pertunjukkan ondel-ondel akan diiringi musik tanjidor atau gambang kromong.
Penulis: Fajar Ramadhan