Suara.com - Meski telah sembuh, beberapa penyintas Covid-19 masih kerap merasakan peradangan pada otot jantung. Bagi awam kondisi itu tidak akan terlalu memengaruhi aktivitas sehari-hari, tetapi tidak bagi atlet.
"Menurut penelitian, pasca-Covid ada peradangan dari otot jantung. Kurang lebih 15-18 persen memang ada problem di sana," kata spesialis kedokteran olahraga dr. Taufan Favian Sp. KO., dalam webinar bersama RS Premier Bintaro, Rabu (16/12/2020).
Dokter Taufan mengatakan bahwa tingkat olahraga atlet yang tinggi membutuhkan kerja jantung yang optimal. Sehingga jantung atlet yang pernah terinfeksi virus corona jenis baru tersebut harus dipastikan telah prima walau sudah dinyatakan negatif Covid-19.
"Pada atlet pastikan bersih dulu, jadi kita rujuk ke dokter jantung, entah nanti radiografi atau CT scan dan lain sebagainya," ujarnya.
Baca Juga: Sulsel Target 10 Besar di PON 2021 Papua
Hal yang penting untuk diketahui adalah fungsi katup dan kemampuan pompa jantung. Selain itu, tim medis juga harus memastikan tidak ada peradangan pada otot jantung. Selain jantung, kondisi paru-paru juga harus dipastikan aman.
"Setelah itu pembebanan (latihan) dinaikan perlahan. Sudah beberapa teori yang menyarankan untuk peningkatan pembebanannya. Jadi berapa persen dari kemampuan body mass atlet. Jadi pelan-pelan bertahap," tuturnya.
Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI RS Persahabatan DR. dr. Agus Dwi Susanto Sp. P(K)., menjelaskan bahwa penyintas Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh memang masih bisa mengalami gejala pasca-sakit yang disebut dengan isilah Long Covid-19 Syndrome.
Gejala itu bisa muncul selama beberapa minggu bahkan berbulan-bulan setelah sembuh dari Covid-19.
Namun, dokter Agus menekankan bahwa penyebab long Covid-19 bukan karena virus corona jenis baru tersebut masih tersisa di dalam darah penyintas.
Baca Juga: Dokter Bagikan Tips Menjaga Kebugaran Selama Pandemi Covid-19, Apa Saja?
"Kalau bicara long Covid-19 bukan karena virus tersisa. Tetapi kita sering sebut dengan sequelae. Dalam bahasa medis artinya gejala sisa yang muncul setelah dinyatakan sembuh," kata dokter Agus dalam webinar Satgas Penanganan Covid-19, beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan bahwa kondisi itu terjadi karena adanya proses ketika sakit menimbulkan kelainan menetap secara anatomik, yang pada akhirnya memengaruhi organ tubuh secara fungsional.
"Contohnya, kalau saya sebagai dokter paru, pada pasien parunya sering ditemukan ada vibriosis atau kekakuan pada jaringan paru yang sifatnya menetap bisa dua sampai tiga bulan," ucapnya.
Kondisi vibriosis menyebabkan oksigen tidak bisa masuk ke dalam paru-paru. Akibatnya pasien mengalami sesak napas. Tetapi kondisi long covid tersebut tidak akan dialami pada orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dengan tidak bergejala atau asimptomatik.
"Long Covid sebagian besar terjadi pada derajat sedang, berat, dan kritis. Sebagian besar muncul karena terdapat kelainan anatomi sebagai sisa yang akhirnya menimbulkan dampak pada fungsional," jelas dokter Agus.
Ia menambahkan bahwa pada pasien asimptomatik, cenderung tidak ada kelainan anatomis yang bermakna dan akhirnya tidak menimbulkan gejala sisa yang muncul setelah dinyatakan sembuh dari penyakit.