Hari Sukarelawan International, Ini Kisah Dokter Relawan di Wisma Atlet

Sabtu, 05 Desember 2020 | 10:51 WIB
Hari Sukarelawan International, Ini Kisah Dokter Relawan di Wisma Atlet
Ilustrasi relawan untuk Covid-19. (Elements Envato)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari Sukarelawan International yang jatuh pada 5 Desember ini seakan mengingatkan kembali pada kita peran nyata para sukarelawan, atau yang sering disingkat relawan ini. Mereka disebut relawan karena melakukan sesuatu dengan sukarela tanpa ada kewajiban atau pemaksaan, serta tanpa mengharapkan imbalan atau penghargaan. Pada berbagai bencana yang terjadi di Indonesia, peran nyata para relawan memiliki peran penting, khususnya di masa pandemi Covid-19 kali ini.

Dalam rangka Hari Sukarelawan International ini, dr. Aulia Giffarinnisa mengisahkan pengalamannya menjadi salah satu relawan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Jakarta.

Dokter di salah satu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Makassar, Sulawesi Selatan itu mengatakan, keinginan untuk terjun langsung membantu sesama rekannya yang sedang berjuang menangani pasien Covid-19 telah ada terbesit sejak April lalu.

"Di bulan April, sempat tanya ke orangtua, gimana kalau misalnya mau ke Wisma Atlet. Saat itu sempat tidak boleh, akhirnya minta izin pelan-pelan lagi, kasih penjelasan. Akhirnya pada Agustus orangtua merestui keinginan saya," jelasnya pada dialog bertema “Berbakti untuk Kemanusiaan Tanpa Pamrih”, yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), pada Jumat (4/12/2020).

Baca Juga: Langgar Protokol, Seorang Relawan Diserang Harimau saat akan Memberi Makan

Setelah mengurus berkas-berkas yang diperlukan, dr. Aulia mulai bertugas di RSDC Wisma Atlet pada September lalu. Tentunya, hal yang ia jalani bukanlah sesuatu yang mudah.

Ia harus terus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) selama 8 jam. Apalagi dr. Aulia bertugas di HCU (High Care Unit) yang merawat pasien Covud-19 dengan kondisi memerlukan perhatian khusus. Bekerja dalam pengap dan menahan haus dan lapar sudah jadi risiko pekerjaannya.

"Kami bekerja bergiliran selama 8 jam. Biasanya dari pukul enam pagi sampai jam dua siang. Tapi karena memakai APD, kita mulai persiapan dari jam 5 pagi, dan harus puasa selama delapan jam itu, karena kita tidak melepaskan APD bahkan untuk ke toilet. Kalau kita minum pasti ingin ke toilet", terangnya.

Ia pun memiliki harapan kepada upaya Pemerintah untuk pengadaan vaksin. Selama menunggu kedatangan vaksin, dr. Aulia berpesan untuk kita semua agar tak lupa melakukan kebaikan sederhana di tengah kondisi yang serba sulit seperti saat ini.

Minimal adalah melindungi orang-orang terdekat kita dengan cara mencegah penularan lewat 3M (Menggunakan masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak). Dengan bersama-sama seperti itu, kata dia, masyarakar bisa membantu tenaga kesehatan untuk mencegah dan mengembalikan kehidupan normal seperti dulu lagi.

Baca Juga: Bertugas di Pengungsian, Ini Hasil Rapid Test 96 Relawan Pusdalops Pakem

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI