Suara.com - Varietas padi gogo merupakan jenis padi unggulan asli Indonesia seperti yang dikembangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Tidak mau ketinggalan, kini Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) RI juga melakukan perakitan serupa terhadap varietas padi yang tinggi nutrisi zinc dan protein tersebut.
Dikerjakan para peneliti di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), padi gogo itu diberi nama Inpago 13 Fortiz yang berhasil diluncurkan untuk menutup akhir tahun ini. Diharapkan padi jenis ini dapat berkontribusi mengembangkan bibit padi yang bisa tumbuh dan hidup di lahan kering.
Dengan begitu, padi tidak akan terlalu mengandalkan air irigasi untuk bisa tumbuh, bahkan bisa hanya mengandalkan curah hujan semata.
Baca Juga: Mensos : 450 Ribu Ton Beras telah Selesai Didistribusikan melalui BSB
Dikutip Suara.com dari siaran pers, padi Inpago 13 Fortiz merupakan padi yang mengandung zinc sebesar 34 ppm (parts per million), serta kandungan protein cukup tinggi sebesar 9,83 persen. Varietas ini dihasilkan dari persilangan padi lokal Indonesia dengan padi unggul.
Inpago 13 Fortiz memiliki rata-rata hasil GKG 6,53 ton per hektar dengan potensi mampu menghasilkan panen hingga 8,11 ton per hektar.
Keunggulan lain dari bibit ini adalah mampu lebih tahan terhadap 8 penyakit utama di lahan gogo atau tanah kering, seperti hama wereng coklat, toleran atau mampu bertahan dari keracunan alumunium 40 ppm, dan lebih toleran terhadap kekeringan.
"Diharapkan selain dapat meningkatkan produktivitas di lahan kering, Inpago 13 Fortiz juga dapat berperan serta memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia," ujar Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry dalam keterangan tertulis yang diterima suara.com, Selasa (24/11/2020) kemarin.
Menurut Fadjry, penciptaan varietas ini juga merupakan salah satu upaya yang murah bagi budidaya pertanian untuk memperoleh manfaat kandungan zinc dan protein yang tinggi dari beras.
Baca Juga: Salurkan Bansos Beras ke 10 Juta KPM, Kemensos Apresiasi BGR Logistics
“Caranya adalah dengan menggunakan varietas yang secara genetik mampu menghasilkan kadungan zinc dan protein tinggi sesuai dengan tingkat yang dibutuhkan oleh masyarakat," ungkapnya.
Dalam arahan sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan jika Kemeterian Pertanian (Kementan) harus melakukan terobosan inovasi dan teknologi untuk mengatasi ketahanan pangan, caranya dengan meningkatkan produksi pertanian dan menghasilkan varietas tanaman untuk mengatasi stunting.
“Dengan demikian kedepan bangsa Indonesia mampu berdaulat penuh atas pangan dan menghidupi negara-negara lain atau dunia,” jelas Menteri Syahrul.
Selain zinc, protein merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah besar. Protein diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi¸ membentuk berbagai enzim dan hormon, hingga mendukung sistem kekebalan tubuh. Kadar protein pada beras dipengaruhi oleh lingkungan, terutama teknik budidaya.
Penambahan pupuk urea dan cara aplikasinya dapat mempengaruhi kadar protein beras yang akan dihasilkan. Hal ini dikarenakan kandungan nitrogen dari pupuk urea yang dapat diserap oleh tanaman akan memengaruhi kadar protein beras yang dihasilkan.
Aris Hairmansis, salah satu anggota tim pemulia varietas ini menambahkan bahwa Indonesia termasuk negara yang memiiliki angka prevalensi kekurangan gizi cukup tinggi.
Salah satu akibat dari kekurangan gizi zinc adalah kekerdilan (stunting) pada anak-anak. Berdasarkan Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi balita stunting berada di angka 27,67 persen.
“Upaya untuk memenuhi kandungan gizi pada beras dapat dilakukan dengan fortifikasi atau biofortifikasi (perakitan varietas kaya Zn), dan pendekatan pemuliaan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat akan kandungan nutrisi dari beras ini diyakini merupakan pendekatan yang paling feasible, sustainable, dan ekonomis untuk mengatasi masalah kekurangan gizi,” tutupnya.