Suara.com - Seni tradisional menjadi salah satu komoditi wisata di daerah yang wajib dilestarikan. Di Sumatera Barat, Kota Payakumbuh berupaya melestarikan seni tradisional Minangkabau dengan cara unik.
Belasan sanggar atau kelompok seni tradisional diberikan kesempatan untuk menampilkan karya di gelaran pasar ekonomi kreatif (Ekraf) yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat di Kawasan Batang Agam, Kota Payakumbuh dari 14 November hingga 13 Desember 2020.
Ketua Pelaksana Pasar Ekraf Deni Rianto di Payakumbuh, Rabu (18/11/2020), mengatakan dalam satu pekan akan ada tiga sanggar atau kelompok seni tradisional yang akan menampilkan karyanya di hari Senin hingga Rabu setiap pekannya.
"Penampilannya mulai dari saluang, gamaik, randai dan tari-tarian asli Minangkabau. Sanggar atau kelompoknya tersebar dari seluruh Sumbar," ujarnya.
Baca Juga: Bagaimana Sejarah Kata Lonte yang Sedang Trending? Ini Penjelasannya
Sedangkan untuk Kamis, kegiatan diliburkan dan dilanjutkan pada Jumat hingga Minggu dengan gelaran produk makanan dan kuliner tradisional.
Ia mengatakan hadirnya kelompok seni tradisional dalam Pasar Ekraf memang merupakan upaya untuk mengangkat atau menggeliatkan kembali kesenian tradisional kepada masyarakat khususnya generasi muda.
"Seluruh kegiatan dipastikan telah sesuai dengan protokol kesehatan karena kegiatan di gelar di tengah pandemi COVID-19 dan jumlah masyarakat yang boleh hadir di lokasi di batasi," kata dia.
Selain penampilan seni, di kegiatan tersebut ditampilkan bukan saja sajian pergelaran seni budaya tradisi dan kreasi, tapi juga penganan tradisi dari nagari-nagari yang ada di Kota Payakumbuh ini.
Semua nagari tadi memamerkan makanan spesifik di stan-stan yang telah disediakan panitia.
Baca Juga: Maulid Nabi Muhammad Jadi Sarana Silaturahmi Umat di Minangkabau
Misalnya, Nagari Tiakar menyajikan penganan paniaram dan pindik. Nagari Aia Tabik dengan lomang baluonya, nagari Koto nan Godang bubua conde, dan kain-lainnya.
"Pengunjung dipersilahkan mencicipi penganan tadi secara gratis. Kita memang telah menjalin kerjasama dengan seluruh KAN (Kerapatan Adat Nagari) di Kota Payakumbuh," katanya.
Sementara itu, Pimpinan Sanggar Musik Gamaik Rang Koto, Burmani Koto seusai tampil pada Selasa (17/11) malam mengatakan kepada pengunjung kalau musik ini lahir akibat pembauran antara budaya pribumi Minangkabau dan budaya barat yang sampai sekarang tetap hidup dalam masyarakat Minangkabau.
Walaupun musik Gamat lahir dari akulturasi budaya pribumi dan budaya Barat, tetapi bagi masyarakat Minangkabau, musik tersebut sudah dianggap sebagai milik dan bahagian dari tradisi mereka, sehingga ada rasa tanggung jawab bagi masyarakat tersebut untuk melestarikannya.
"Bentuk ensambel musik Gamat terdiri atas gabungan vokal dan instrumental, yang secara tradisional menggunakan biola, akordeon, gitar, gendang, dan bas sebagai instrumennya. Vokal berperan sebagai pembawa lagu yang liriknya berupa pantun-pantun Minangkabau yang bersifat metafora," katanya.
Salah seorang pengunjung Riko mengatakan ada banyak pelaku seni yang memiliki talenta luar biasa di Sumatera Barat.
Melalui acara ini mereka dapat unjuk kebolehan dan memberikan performa terbaiknya.
"Intinya kita berharap iven pertunjukan musik dan seni tradisi bisa digelar serupa oleh Pemko Payakumbuh, tentunya mengundang pelaku seni di Luak Limopuluah," ujarnya.