Parental Burnout, Ketika Lelah dan Stres Melanda Ibu di Tengah Pandemi

Senin, 16 November 2020 | 09:56 WIB
Parental Burnout, Ketika Lelah dan Stres Melanda Ibu di Tengah Pandemi
Parental Burnout Melanda Ibu Pekerja di Tengah Pandemi. (Kolase)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pandemi Covid-19 membuat semua orang terpaksa harus menghabiskan waktu lebih banyak di rumah, termasuk untuk bekerja atau sekolah. Bagi para ibu pekerja, pandemi memberi beban ganda. Tak hanya harus mengerjakan pekerjaan kantor di rumah, mereka juga sekaligus menjadi guru pendamping anak-anak melakukan pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Seolah masih kurang sibuk, mereka juga bertanggung jawab pada urusan dapur. Tak heran, parental burnout akhirnya menjadi masalah baru yang dialami para ibu pekerja di masa pandemi.

Parental burnout bisa diartikan sebagai kelelahan luar biasa yang dialami orangtua. Lelah ini meliputi fisik, mental, dan emosional.

Pemicunya adalah beban kerja yang semakin bertambah, plus kenyataan bahwa apa yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

Salah seorang yang mengalaminya adalah Azizah Ramadhani, seorang ibu sekaligus Kepala Sekolah Siswa Inklusi. Di masa pandemi, ia tetap harus bekerja sambil menemani kedua anaknya yang menjalani proses belajar di rumah. Ia mengaku dirinya kesulitan untuk membagi waktu selama masa pandemi.

Baca Juga: Parental Burnout, Ketika Orangtua Lelah Fisik dan Mental

“Bagi saya, pandemi ini bukan senang, tapi malah kaya menambah beban stres. Karena ada tuntutan pekerjaan dari kantor dan pekerjaan di rumah secara sekaligus,” ujar Azizah saat diwawancarai Suara.com, belum lama ini.

Menurutnya, ini menjadi tantangan terberat baginya, karena ia kini memiliki peran berlipat ganda selama pandemi, karena selain menjalankan tugas sebagai kepala sekolah, ia juga harus mendampingi anak-anak sekolah daring, serta mengurus kebutuhan anak dan suami di rumah.

“Makanya kadang saya juga meminta bantuan ke suami untuk saling berbagi waktu dalam mendampingi anak saat melakukan sekolah daring selama pandemi. Misalnya, kakaknya ditemani bapaknya, lalu saya temanin adiknya,” jelas dia.

Sementara itu, Nurur Rahmah yang berprofesi sebagai pengajar di salah satu sekolah swasta juga mengakui bahwa tantangan orangtua selama pandemi ini memang soal berbagi waktu karena jam kerja dan jam sekolah itu bersamaan.

"Jadi bagaimana di sini kita harus membagi waktu di sela-sela jam kerja untuk mendampingi anak belajar online. Dan, sebisa mungkin juga pastikan sering berkomunikasi dengan suami perihal pembagian waktu dalam mendampingi anak," katanya.

Baca Juga: 5 Cara Mencegah Burnout Syndrome, Saat WFH Bikin Stres Tak Terkendali

Dia juga tak memungkiri aktivitas saat masa pandemi selama di rumah, bukannya semakin santai malah sebaliknya, lelah luar biasa. Namun ia memiliki trik, jika merasa sudah jenuh, dirinya akan mencoba untuk melakukan kegiatan positif seperti memasak.

Ibu satu anak itu juga mengingatkan agar ibu yang mengalami parental burnout selama pandemi harus tetap semangat dan tetap bersabar dalam menjalankan perannya. Lalu, tetap patuhi protokol kesehatan yang sudah ditentukan untuk menjaga kesehatan keluarga.

Lain lagi dengan seorang ibu sekaligus karyawan swasta bernama Giska Divakaruni. Ia berpendapat bahwa masalah membagi waktu merupakan tantangan sebagai seorang ibu juga sebagai pekerja untuk menafkahi keluarganya. Belum lagi ditambah tugas harus melayani sang suami.

"Jadi bagi waktunya sebisa mungkin semua dikerjakan pada jamnya. Misalnya kaya waktu jam sekolah ya sekolah, melayani suami ya waktunya melayani suami. Bukan malah mengerjakan pekerjaan yang lain," beber dia.

Jika dibilang lelah, itu ya pasti lelah, karena otak akan bekerja lebih banyak lagi. Yang biasanya cuma mengurus kerjaan dan rumah saja, kini masih ditambah lagi mendampingi anak belajar online.

Kendati begitu, untuk mengatasinya agar terhindar dari stres atau parental burnout ini, ia mengaku sering melakukan istirahat, lalu sering konsumsi makanan sehat dan melakukan olahraga. Ditambah, ia memastikan dirinya selalu berpikir positif dan tetap enjoy dalam menjalani hidup.

Kemudian ada juga Siti Yunani, seorang ibu sekaligus karyawan swasta di sebuah perusahaan di Bekasi. Selain masalah parental burnout, ia juga mengkhawatirkan perubahan perilaku anaknya karena sudah beberapa beberapa bulan hanya berada di rumah saja.

"Sebenarnya mau banget anak masuk untuk belajar di sekolah, tapi ini bukan karena bosan untuk mengurus anak di rumah, tapi lebih kasihan kepada anak-anak. Karena mereka butuh bersosialisasi dengan teman-temannya," terang dia.

Sedangkan Ella Mustika selaku pengajar di sekolah swasta Bekasi menambahkan, dirinya bersama suami juga sering berbagi peran untuk mendampingi anak saat kegiatan sekolah.

"Kalau aku lebih dengan cara membagi tugas bersama suami. Ketika aku sedang bekerja ada kegiatan zoom meeting, pasti anak didampingi bapaknya. Pokoknya bergantian dengan suami untuk mendampingi anak-anak belajar online," ucapnya.

Dia juga berharap mudah-mudahan belajar mengajar di sekolah segera diperbolehkan, karena belajar di sekolah menurutnya lebih efektif.

Selain itu, belajar di sekolah juga pasti lebih menyenangkan bagi anak dan memudahkan mereka menyerap pembelajaran yang diberikan gurunya. Kemudian, orangtua pun bisa lebih fokus untuk bekerja.

"Saat ini kita hanya perlu bersabar dan berdoa, dan kita juga harus tetap menjaga kesehatan kita dan keluarga. Kemudian kita juga harus bisa menciptakan suasana yang menyenangkan bersama anak meskipun hanya berada dirumah saja," tambahnya.

Menanggapi hal itu, psikolog Liza Marielly Djaprie menilai bahwa dampak pandemi memang membuat semua orang menjadi stres, terutama seorang ibu sebagai pekerja yang mengalami burnout selama berada di rumah.

“Memang di kondisi saat ini, wanita itu ada kecenderungan lebih stres (burnout) meningkat daripada pria. Kenapa? Karena sekarang beban tanggung jawab pada wanita, khususnya seorang ibu, jadi lebih banyak lagi aktivitasnya,” bebernya.

Dia menambahkan, saat pandemi, ibu tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja, tetapi mungkin sebagai pencari nafkah, kemudian juga harus jadi guru untuk anaknya, dan jadi tukang masak untuk suaminya. Sehingga ini menjadi beban tambahan pada mereka.

Lebih lanjut, kata Liza, gejala parental burnout secara umum terbagi menjadi tiga, yakni secara fisik tidak bisa merawat diri sendiri, perubahan perilaku dari hal yang sederhana seperti terlambat bangun dan marah-marah, dan secara emosi jadi mudah iritasi serta menghindar.

“Mulai marah-marah dan meminta anak buat belajar sendiri, sudah tidak ingin mendampingi. Paling terlihat di perilaku marah-marah ya, karena sudah jenuh dan over-hectic. Sampai tidak ada ide mau ngapain dan ada perasaan tidak ada apresiasi,” ucap dia.

Terlepas dari itu, Liza menyarankan untuk mengatasi parental burnout pada seorang ibu dengan melakukan survive, yaitu identifikasi dulu kadarnya, jika masih bisa self healing mungkin bisa lakukan me time ke suatu tempat. Tetapi jika sudah tidak bisa, maka segeralah berkonsultasi ke ahlinya.

“Pertama itu seorang ibu harus menyadari dulu, ketika memang mencapai titik jenuh atau bahkan sebelum sampai titik itu. Kemudian, konsultasikan dengan pasangan, atau keluarga terdekat, lalu mungkin juga bisa dengan memberikan waktu untuk si ibu ini untuk melepas lelah tersebut,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI