Suara.com - Banyak yang bilang kalau dua orang berjodoh punya wajah yang mirip satu sama lain. Menurut Anda, wajah pasangan mirip hanya sekedar mitos atau memang bisa diterangkan secara ilmiah?
Mungkin Anda mendengar pernyataan bahwa semakin lama bersama, sepasang suami istri akan terlihat mirip satu sama lain. Demi menjawab pertanyaan tentang mengapa bisa wajah pasangan terlihat mirip, ada beberapa teori.
Dilansir dari Fatherly, beberapa dekade yang lalu, peneliti dari University of Michigan rupanya telah mempelajari hal tersebut.
Mereka menganalisa foto-foto pasangan heteroseksual yang baru saja menikah hingga 25 tahun. Peneliti lalu menemukan bahwa pasangan tumbuh menjadi serupa.
Baca Juga: Niat Buruk Cewek Ini Terungkap, Mau Dinikahi Lansia 89 Tahun Demi Warisan
Peneliti berteori bahwa emosi masing-masing pasangan yang dirasakan bersama selama bertahun-tahun menyebabkan penampilan menjadi mirip, misalnya kerutan hingga ekspresi.
Contohnya, saat pasangan sama-sama tertawa atas suatu lelucon, mereka mengadopsi ekspresi satu sama lain dan mulai mengembangkan lelucon yang sama pula dari waktu ke waktu.
Teori ini telah dikutip dalam penelitian lain selama bertahun-tahun. Meski begitu, ada studi lain yang menunjukkan bahwa kemungkinan bukan tentang bagaimana dua orang berkembang bersama, tetapi lebih banyak tentang pilihan seseorang saat mencari pasangan sejak awal.
Sebuah studi tahun 2005 terhadap anak kembar menemukan pasangan dari anak kembar lebih mirip dari anak kembar lain yang tidak identik.
Jadi, bisa diartikan bahwa ada kemungkinan secara tidak sadar orang-orang memilih pasangan yang secara genetik sama dengan mereka.
Baca Juga: Pengakuan Pasangan Bintang Porno, Syuting Setiap Hari saat Anak di Sekolah
Studi lain pada tahun 2018 mencoba menguji hipotesis terkait kecenderungan tertarik pada sosok seperti orang tua. Mereka meneliti pasangan biracial (pasangan dari keturunan ras campuran). Hasilnya menunjukkan mungkin ada beberapa dasar teori bahwa orang-orang memiliki pasangan yang mirip dengan susunan biologisnya.
Ben Domingue, asisten profesor di Stanford, AS, juga punya pendapat sendiri. Menurutnya, orang yang mirip cenderung menemukan satu sama lain karena kesamaan dalam konteks sosial atau dasar budaya.