Suara.com - Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca dianggap tengah mendapat ancaman lantaran rencana pemerintah membangun tempat wisata Jurassic Park di pulau yang jadi habitat sekitar 5.700 ekor kadal raksasa atau komodo.
Rencana ini menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, baik pemerhati satwa, penduduk setempat hingga masyarakat Indonesia dari lintas sektor. Pembangunan tempat wisata Jurassic Park dianggap hanya akan merusak dan mengganggu habitat komodo yang berkembangbiak hingga mencari makan di pulau tersebut.
Tiga pulau besar Rinca, Komodo, dan Padar ditetapkan sebagai kawasan Cagar Biosfer yang berada di bawah naungan UNESCO sejak Januari 1977. Cagar Biosfer adalah wilayah asli atau kawasan yang terdiri dari darat, laut dan pesisir yang dilindungi sebagai tempat konservasi keanekaragaman hayati, dan kehidupan berkelanjutan.
Tahukah Anda? Ada sejarah panjang di balik penetapan Taman Nasional Komodo sebagai cagar biosfer oleh UNESCO.
Baca Juga: #SaveKomodo: Biar Saja Pulau Komodo Tetap Liar, Di Situ Letak Keindahannya
Mengutip situs UNESCO, Selasa (27/10/2020) sejak pulau Rinca, Komodo, dan Padar sebagai cagar biosfer dan mandat pengawasannya diatur dalam undang-undang nasional di bawah pemerintahan Indonesia, sebagai bentuk perlindungan habitat asli komodo yang tidak ada tempat lain di seluruh dunia.
Tim konservasi tewas dalam kecelakaan kapal di laut
Setelah perlindungan diterapkan dalam undang-undang dan disetujui UNESCO, misi perlindungan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi dimulai dengan tim dari UNESCO Jakarta dan Komite Warisan Dunia Indonesia berlayar ke pulau Komodo.
Di Juli 1995 tim yang berlayar terdiri dari Ketua Komite Warisan Dunia Internasional Prof. Soedomo, didampingi Komite Warisan Dunia Indonesia Suryati, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHPA Mulyana, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHPA Hartati, Kapolres Komodo Putu Ngurah, dan perwakilan UNESCO Jakarta Ms. Klein.
Rombongan berangkat ke Pulau Komodo dengan perahu kecil yang disediakan World Heritage Fund. Namun karena cuaca buruk dan laut yang ganas, perahu terbalik. Kecelakaan tersebut berakibat fatal dan menewaskan empat orang, meski tim penyelamat hanya berhasil menemukan satu jenazah beberapa hari kemudian.
Baca Juga: Ramai Foto Komodo Hadang Truk, PKS: Yang Untung Investor Swasta
Kecelakaan ini mengakibatkan pemantauan lebih lanjut ke Taman Nasional Komodo ditunda hingga 1996.
Laporan lengkap diberikan ke UNESCO
Meski sempat diselingi dengan kabar duka kecelakaan kapal di laut, namun tidak menyurutkan tim konservasi untuk memberikan perlindungan kawasan habitat asli komodo itu. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan menyiapkan laporan lengkap terkait Taman Nasional Komodo pada Februari 1996.
Dalam laporan diajukan meminta perlindungan hukum terhadap berbagai faktor yang merusak kawasan seperti banyaknya populasi manusia, kebakaran hutan, perburuan liar rusa sebagai makanan komodo, peledakkan karang hingga keracunan ikan.
Berkaca dari kasus kecelakaan tim konservasi pada 1995 dan sebanyak 4 orang Indonesia meninggal, akhirnya disetujui UNESCO memberikan dana sebesar 30.000 dollar atau saat ini setara Rp 450 juta untuk melengkapi kawasan dengan perahu dan pelatihan staf yang bisa membuat perjalanan laut jadi lebih mudah.
Konservasi dilanjut dengan berbagai pengawasan pemantauan terumbu karang dan ikan oleh The Nature Conservancy of USA (TNC), juga polisi setempat yang mengawasi aktivitas manusia yang melakukan kebakaran hutan, hingga patroli kapal apung yang mengawasi perburuan ikan yang berlebihan di kawasan tersebut.