Suara.com - Industri batik Leni di kota Medan, Sumatera Utara mengalami peningkatan pesat tahun lalu. Namun pandemi membuat minat terhadap batik Leni menurun.
Dilansir ANTARA, penjualan Batik Leni di Medan menurun drastis selama pandemi COVID-19 yang melanda ibu kota Provinsi Sumut ini, dan aktivitas perekonomian masyarakat juga menjadi lesu.
"Masyarakat tidak ada lagi yang berminat membeli Batik Leni Medan, dan perekonomian kami benar-benar terpuruk," ujar pengusaha Batik Leni Medan, Herleni, Rabu (21/10/2020).
Ia menjelaskan, sebelum terjadinya pandemi COVID-19 ini, usaha batik cukup maju dan berkembang pesat di Kota Medan yang berpenduduk lebih kurang 2,3 juta jiwa itu.
Baca Juga: Mendorong Batik jadi Identitas Fesyen Indonesia
Bahkan, sekolah SMA, Dinas Pendidikan, kecamatan/kelurahan, Kodam I/BB, Dharma Wanita Kantor Gubernur Sumut, Pertamina, Kawasan Industri Medan (KIM), dan instansi lainnya memesan seragam Batik Leni Medan.
"Namun saat ini terhenti akibat pengaruh COVID-19, dan pesanan batik tidak ada lagi," ujarnya pula.
Herleni menyebutkan, penghasilan Batik Leni sejak bulan Mei, Juni, dan Juli 2020 sangat berkurang dan kosong sama sekali.
"Kami juga bingung, karena harus mengeluarkan gaji karyawan, biaya listrik, dan biaya operasional lainnya, sedangkan pemasukan tidak ada," kata dia pula.
Dia menambahkan, akibat tidak sanggup membayar gaji karyawan, maka terpaksa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca Juga: Serupa Namun Tak Sama, Batik Besurek, Sasirangan dan Jumputan
"Sebelumnya, jumlah karyawan ada 10 orang, namun saat ini hanya tinggal empat orang lagi," katanya.
Motif batik Medan atau Sumut berbeda dengan motif batik yang ada di Pulau Jawa dan daerah lainnya. Kota Medan juga memiliki batik tulis dan batik cap.
Batik tulis yang terkenal dengan buah durian, dan lebih mahal dibanding batik cap, karena tingkat kesulitan dan waktu pengerjaannya lebih lama.