Suara.com - Indonesia sedang dikepung aksi demonstrasi berkali-kali. Tujuan massa aksi jelas, menolak pengesahan UU Cipta Karya. Pada beberapa kesempatan, aksi demonstrasi berakhir ricuh tak keruan. Foto dan video kekacauan tersebut dibagikan dan dimuat di media sosial.
Tapi pernahkah Anda menyadari, bahwa keramaian dalam setiap aksi massa demonstrasi bukan hanya dipenuhi para demonstran tetapi juga penonton yang penasaran?
Lalu, apa sih yang menyebabkan aksi demonstrasi kerap jadi tontonan?
Menurut pakar psikolog sosial, Dicky Chresthover Pelupessy, M.DS., Ph.D., manusa memiliki sifat dasar sebagai mahluk kolektif.
Baca Juga: Geruduk Istana, Mahasiswa BEM SI Sore Ini Makin Menyemut di Medan Merdeka
Rasa ingin tahu akan sebuah peristiwa yang terjadi merupakan faktor utama pendorong seseorang untuk menyaksikan demonstrasi atau kejadian yang mengundang keramaian lain yang berlangsung di sekitar lingkungannya.
"Gak usah saat demo deh, di jalan tol macet gara-gara ada kecelakaan, terus orang jadi melambatkan mobilnya, sesama pemobil, dia melambatkan mobilnya terus menonton. Ini kalau di tempat lain, atau negara lain ya jalan aja. Agak macet tapi enggak semacet di sini karena orang betul-betul ingin lihat dan itu gak dilarang," kata Dicky seperti yang Suara.com kutip di Antara, Jumat (16/10/2020).
Kepedulian terhadap lingkungan yang masih tinggi, membuat seseorang berusaha mencari tahu sesuatu yang sedang terjadi.
Hal ini berbeda dengan masyarakat yang individualis. Fenomena menonton demonstrasi secara langsung di tempat kejadian, dianggap oleh Dicky sebagai hal yang wajar untuk masyarakat kolektif, apalagi tidak ada hal yang dilanggar atas perilaku tersebut.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu juga mengatakan penonton demonstrasi atau audiens bukanlah bagian dari demonstrasi itu sendiri. Sebab, para penonton tidak ikut terlibat dalam pengorganisasian ataupun kelompok tertentu.
Baca Juga: Anies Minta Pelajar Bedah UU Cipta Kerja, FSGI: Bagus, Tapi Tak Realistis
Kata Dicky, bagi masyarakat di Indonesia, berkerumun adalah bagian dari kehidupan.
"Masyarakat kita itu memang masyarakat kolektif dan kita punya kebiasaan untuk kumpul-kumpul. Itu sebenarnya karakter dasar manusia tapi terlebih lagi budaya masyarakat yang kolektif jadi ngumpul-ngumpul itu udah jadi bagian dari kehidupan," tambah Dicky.