4. Banyak musisi rock yang menggunakan motif tie dye Festival Woodstock 1969
RIT Dyes melihat peluang untuk berkembang dan mendanai beberapa seniman untuk memproduksi beberapa ratus kemeja tie dye unik untuk dijual selama Festival Woodstock 1969 di Bethel Woods, New York.
Musisi rock populer seperti John Sebastian, Jimi Hendrix, dan Janis Joplin menjadi simbol gerakan Woodstock, dengan mengenakan motif unik psikedelik. Bagi mereka yang menemukan rumah dalam budaya, tie dye mewakili penolakan kebiasaan moral masyarakat yang mapan.
Namun bagi mereka yang menolak cita-cita budaya hippie, tie dye adalah simbol penyalahgunaan narkoba, kebodohan, dan pemberontakan yang tidak beralasan.
5. Tradisi jual beli pewarna dan pakaian unik yang dilakukan Deadhead
Pada pertengahan 1980an, tie dye dan motif psikedelik mulai memudar popularitasnya. Namun, ada satu subkultur yang tetap setia pada motif warna-warni ini, yakni band Deadhead.
Penggemar setia Grateful Dead terus menggunakannya, memanfaatkan konser sebagai tempat untuk berdagang dan mendistribusikan pewarna dan pakaian yang unik. Saat band dibubarkan pada tahun 1995, aliran klasik kultus lainnya seperti Phish meneruskan tradisi tersebut.
6. Tie dye kini 'naik kelas'
Meski kita tahu, bahwa tie dye merupakan simbol penolakan terhadap kemapanan dari sejarahnya, namun kini semua motif dan teknik tersebut ramah bagi semua kaum.
Bahkan, pada Musim Semi 2019, peragaan busana mewah fashion kelas atas mulai menunjukkan bentuk yang lebih tinggi dari cetakan psikedelik dalam siluet yang canggih.
Catwalk Ready-to-Wear R13 Spring 2019 Chris Leba mendemonstrasikan hubungan antara politik dan mode kelas atas, dengan memadukan motif tentara dan pewarna cerah.
Baca Juga: Fesyen Muslim Jadi Prioritas dalam Modest Fashion ISEF 2020