Suara.com - Setiap 2 Oktober Indonesia merayakan Hari Batik Nasional. Perayaan itu ditetapkan setelah batik resmi dianggap sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh UNESCO pada 2009 lalu.
Meski sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dari Indonesia, hampir setiap tahun kita mendengar jika batik diklaim oleh negara lain dan berhasil membuat warga Indonesia geram hingga kebakaran jenggot.
Uniknya Dr Tumbu Ramelan dari Yayasan Batik Indonesia (YBI) menanggapi fenomena tersebut dengan cara tidak biasa. Menurutnya di negara lain, batik ada dan dikenal dengan corak dan motif tersendiri.
"Di Afrika ada batik, Turki ada batik, China ada batik, gak masalah, masing-masing memiliki batik," ujar Dr Tumbu saat webinar Google, Kamis (1/10/2020)
Baca Juga: Wow! Dulu Horor, Ini Penampakan Omah Lowo Solo
Mantan Ketua YBI itu bercerita pengalamannya saat menghadiri acara batik dunia. Dalam acara tersebut, banyak negara mengklaim memiliki batik dengan ciri khas tersediri termasuk Indonesia.
Tapi sayangnya, kata Tumbu, tidak ada satupun negara yang bisa membuktikan awal mula adanya batik. "Sekarang kita setuju dan tidak setuju, biarlah masing-masing boleh mengklaim, karena tidak ada yang bisa buktikan, Malaysia punya, Turki punya," ungkap Dr Tumbu.
Tumbu menambahkan, diakui oleh UNESCO batik Indonesia lebih unggul karena selalu memiliki cerita dibalik selembar kain batik.
"Tapi tetap prosesnya seperti membatik itu sendiri, kita tidak perlu khawatir batik kita lebih unggul darimanapun," kata Dr. Tumbu.
Sedangkan Esti Utami, Kepala Unit Pengelola Museum Seni sendiri tidak paham mengapa masih banyak negara yang mengklaim batik, tapi ia mencurigai ada peran promosi di dalamnya.
Baca Juga: Lesu Selama 6 Bulan, Perajin Batik Kulon Progo Maksimalkan Pasar Online
"Kalau dilihat dari itu promosi, meskipun promosi sangat gencar, sudah menjalankan pameran exhibition di kementerian pendidikan dan perdagangan, kementerian luar negeri. Apa mungkin harus ada ditingkatkan lagi?," ungkap Esti tak yakin.
Alih-alih mempermasalahkan, Komarudin Kudiya, Asosiasi Pengusaha dan Pengrajin Batik Indonesia melihat fenomena klaim ini sebagai ajang kembali memperkuat kembali kecintaan masyarakat terhadap batik.
"Ini sebagai upaya memperkuat. Saat pandemi berakhir, segera melakukan sosialisasi batik di kafe, perguruan tinggi dan komunitas, agar orang bisa mengenali batik secara kognisinya" tutupnya.