Pelarangan Plastik Sekali Pakai di Jakarta Dianggap Tidak Tepat, Kenapa?

Selasa, 29 September 2020 | 21:40 WIB
Pelarangan Plastik Sekali Pakai di Jakarta Dianggap Tidak Tepat, Kenapa?
Orang membawa barang dengan kantong plastik. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemprov DKI Jakarta resmi melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, toko swalayan dan pasar rakyat, pada 1 Juli 2020 lalu,

Larangan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.

Direktur Kemasan Group, Wahyudi Sulistya menilai kebijakan itu tidaklah tepat, menurutnya pelarangan terhadap plastik tidak perlu terjadi.

"Pelarangan masalah plastik itu nggak perlu terjadi, kalau waste management dilaksanakan dengan baik, karena plastik itu masih punya nilai yang berkelanjutan," ujar Wahyudi dalam acara Webinar, Selasa (29/9/2020).

Baca Juga: Kantong Belanja Bioplastik Bukan Solusi Ramah Lingkungan, Ini Alasannya

Pembeli membawa tas belanja saat berbelanja di Pasar Tebet Barat, Jakarta, Jumat (31/1). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Pembeli membawa tas belanja saat berbelanja di Pasar Tebet Barat, Jakarta, Jumat (31/1). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Menurut Wahyudi bahan plastik ia sebut sebagai sumber daya yang tidak ada habisnya, bahkan masih bisa didaur ulang dan dipakai kembali. Sehingga tidak benar jika plastik dikategorikan sebagai kemasan tidak ramah lingkungan.

"Sebenarnya plastik itu adalah jenis yang ramah lingkungan, bisa didaur ulang dan punya nilai ekonomis yang tinggi. Di sini ada beberapa jenis plastik yang sebenarnya kategori single use, bisa didaur ulang kembali," terang Wahyudi. 

Plastik sendiri hingga saat ini sudah ada 7 kategori golongan, dari yang bergolongan food grade atau aman untuk makanan hingga kategori non food grade, yang digunakan untuk kemasan elektronik. 

Nah, kata Wahyudi jika masyarakat, pengusaha maupun pemerintah dan pihak pengelola sampah tahu betul 7 golongan ini maka manajemen pengelolaan sampah (waste management) khusus plastik akan teratasi, bahkan menghasilkan uang yang tidak sedikit.

"Berkaitan penumpukkan sampah, jelas tidak menyelesaikan masalah, yang salah ini bukan penumpukan sampahnya, tapi karena waste management yang tidak berjalan," jelasnya.

Baca Juga: Larang Plastik, Wagub DKI Minta Warga Pakai Kantong Berbahan Singkong

Padahal kata dia, pengaturan tentang pengelolaan sampah sudah tertuang dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, dan sangat jelas diterangkan jika sampah harus dilakukan pemilahan.

"Harus ada penanganan yang jelas, sehingga tidak terjadi penumpukkan di tempat membuangan akhir. Sehingga ada yang sampai keluar ke lingkungan, contohnya sampai ke sungai ke laut," jelas Wahyudi.

Mirisnya akibat manajemen sampah tidak berjalan baik, jadilah Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara pencemar terbesar plastik di dunia ke lautan. Ikan-ikan ditemukan memakan plastik dan merusak habitat mereka, lalu menyalahkan sampah plastik.

"Harusnya bukan plastiknya disalahkan, tapi perilaku konsumen yang disalahkan, karena plastik tidak punya kaki, mana bisa jalan sendiri sampai ke laut," katanya.

"Nggak mungkin terjadi kalau tata kelola sampah baik, dilakukan sesuai regulasi yang ada," sambungnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI