Mereka memberi nama kapal layar ini, Arka Kinari. Arka adalah kapal, sedangkan Kinari dalam militologi Hindu yang berarti bertahan hidup.

"Arka Kinari artinya kami bertahan hidup dalam kapal," ungkap Nova.
Kapal Arka Kinari bertolak dari Rotterdam, Belanda pada 23 Agustus 2019. Mereka menempuh perjalanan panjang lebih dari setahun hingga akhirnya tiba di Banda Naira, titik nol jalur rempah dunia. Dalam pelayaran ini, mereka menyinggahi pulau-pulau lintas negara dan benua.
Di setiap pulau yang disinggahi, Grey dan Nova bersama awak Arka Kinari melakukan pementasan seni dan budaya, bersosialisasi dengan warga, menyampaikan pesan untuk menjaga bumi dan laut, tidak membuang sampah di laut.
"Misi pelayaran dari Belanda adalah membagi ilmu tentang seni dan budaya, serta menjaga alam. Maka itu dalam program jalur rempah ini untuk mengedukasi Indonesia pentingnya pertukaran seni dan budaya itu," kata Nova.
Nova mengakui pelayaran ini panjang dan memakan waktu lama karena harus melintasi Benua Eropa, Amerika dan Asia. Bahkan mereka harus tertahan di Guam, sebuah negara dalam teritori Amerika Serikat sekitar empat puluh hari untuk mengindari badai serta adanya masalah administrasi keimigrasian.
"Lebih dari satu tahun kita berlayar untuk sampai di sini (Banda Naira) titik nol jalur rempah. Ada jalur pendek, tapi penuh resiko karena harus lintasi wilayah bajak laut dan Samudera Hindia yang penuh badai. Karena itu pelayaran ini lama, demi Kepulauan Banda kami harus melakukan itu," ungkap Nova.

Banda Naira merupakan pulau kedua yang disinggahi Arka Kinari, setelah sebelumnya singgah di Sorong Papua Barat utuk misi serupa.
Selama di Banda Naira, Grey dan Nova bersama awak Arka Kinari menggelar pertujunkan seni dan kolaborasi tari dengan komunitas seni Banda Naira. Mereka juga melakukan konser dari atas kapal layar Arka Kinari.
Baca Juga: Tak Kunjung Diizinkan Menepi, Ratusan Migran Nekat Lompat dari Kapal