Suara.com - Seiring dibukanya kembali aktivitas pariwisata, Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOPLBF) secara simultan melaksanakan kegiatan padat karya melalui Gerakan BISA atau Bersih, Indah, Sehat, Aman. Gerakan itu digagas oleh Kemenparekraf sebagai upaya pemulihan sektor pariwisata melalui penguatan destinasi dengan menerapkan protokol kebersihan, kesehatan, keamanan, dan ramah lingkungan (Cleanliness, Health, Safety, Environment/CHSE) secara disiplin.
Salah satu lokasi wisata yang melakukan gerakan BISA adalah kampung adat Wae Rebo yang secara resmi telah dibuka kembali oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat pada 6 September 2020.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari itu turut melibatkan masyarakat lokal Kampung Wae Rebo sendiri dengan harapan bisa bersiap kembali menerima kunjungan wisatawan. Sekaligus upaya mensosialisasikan tatanan normal baru melalui penerapan standar protokol CHSE di destinasi wisata.
Direktur Utama BOPLBF Shana Fatina menyampaikan dukungannya untuk masyarakat kampung adat Wae Rebo. Menurut Shana, letak Wae Rebo yang jauh dan berada di ketinggian menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi masyarakat maupun wisatawan.
Baca Juga: Menteri Airlangga: Ada Insentif Pariwisata Usai Uji Vaksin Covid-19 Selesai
“Wae Rebo letaknya jauh dan di ketinggian. Penerapan protokol CHSE harus benar-benar disiplin demi keselamatan bukan hanya wisatawannya, tetapi juga masyarakatnya. Ini yang mau kita dorong dan kita benar-benar edukasi agar masyarakat benar-benar paham betapa pentingnya disiplin terhadap protokol kesehatan ini," jelas Shana.
Selain edukasi tentang protokol kesehatan, Shana menegaskan, penyiapan protokol CHSE akan dikembangkan termasuk dengan mendesain jalur evakuasi Kampung Wae Rebo. Sehingga pengamanan keselamatan dan kesehatan akan lebih terjamin.
“Ke depannya, masyarakat Wae Rebo juga akan dilatih tentang bagaimana mengatasi masalah kesehatan yang mendesak. Perlu didesain jalur evakuasi, sehingga bisa menjamin kemanan dan keselamatan masyarakat maupun wisatawan," tambah Shana.
Sementara itu, Ketua Lembaga Pelestarian Budaya dan Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Alam dan Budaya Wae Rebo Fransiskus Mudir mengatakan kegiatan BISA itu bisa menjadi awal yang baik bagi para masyarakat Wae Rebo.
“Kami berterima kasih atas perhatian yang diberikan oleh Kementerian Pariwisata melalui BOPLBF yang tak henti-hentinya memberikan dukungan kepada kami. Ini menjadi awal yang baik. Kegiatan seperti ini kami perlukan saat ini. Sehinggga kami tidak terus-terusan terkurung dalam rasa takut yang berlebihan," kata Fransiskus.
Baca Juga: Jadi Tumpuan Ekonomi, 12 Tempat Pariwisata di Badung Bali Sudah Buka
Fransiskus berharap, Gerakan BISA dapat menjadi pemicu agar gaya hidup bersih dan sehat dapat makin diterapkan dan kedepannya menjadi gaya hidup masyarakat Kampung Wae Rebo.
Setelah melakukan kegiatan bersih–bersih bersama dan simulasi penerapan protokoler kesehatan, BOPLBF juga memberikan secara simbolis beberapa peralatan pendukung untuk kelancaran penerapan normal baru pada destinasi wisata seperti alat Thermo Gun, pembagian masker dan Face Shield. Serta alat-alat kebersihan seperti sapu lidi dan alat kebersihan lainnya.
Pelaksanaan Gerakan BISA di Kampung Adat Wae Rebo itu menjadi yang ke-5 digelar BOPLBF. Gerakan BISA pertama kali dilaksanakan di Kab. Sikka, Pulau Komodo, Kab. Ende, Kampung Air Labuan Bajo, dan di Wae Rebo Kab. Manggarai.
Kampung Adat Wae Rebo merupakan salah satu destinasi wisata unggulan Kabupaten Manggarai. Terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Wae Rebo menjadi salah satu desa tertinggi yang ada di Indonesia dengan pemandangan yang sangat indah dengan dikelilingi pegunungan.
Karena lokasinya yang cukup tinggi, para wisatawan harus melakukan treking selama dua jam untuk mencapai desa dengan melewati 3 pos pendakian. Namun perjalanan itu akan terbayar dengan ramahnya penduduk, pemandangan yang indah, dan juga kopi panas yang merupakan salah satu produk perkebunan masyarakat Desa Wae Rebo.