Suara.com - Belakangan ini tren minuman kolagen semakin booming dan menjadi tren perawatan kecantikkan.
Minuman ini sudah ramai dan beredar di pasaran dengan dalih membuat kulit bertambah cerah dan awet muda.
Tapi sebelum mengonsumsi minuman berkolagen, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti sebagai berikut:
1. Dosis yang dikonsumsi harus tinggi
Baca Juga: Minuman Kolagen Bikin Awet Muda? Ini Kata Dokter Kulit!
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dr. Fitria Agustina, Sp.KK, FINSDV mengatakan salah satu yang harus diperhatikan kadar kolagen yang ada dalam minuman pastikan tercukupi.
Untuk menghitungnya kebutuhan kolagen menurut penelitian setiap orang butuh 300 miligram kolagen per kilogram berat badan.
Umpama berat badan 50 kilogram, maka ia butuh 15 ribu miligram atau setara 15 gram kolagen setiap harinya.
"Dengan konsumsi 15 gram kolagen terhidrolisis yang ditemukan dalam darah efeknya dengan baik. Ada juga diberikan 12 gram, tapi ada juga berikan 35 gram, dosisinya harus cukup tinggi yang diberikan" ujar dr. Fitria dalam diskusi Live IG Perdoski, Jumat (11/9/2020).
Sayang kebanyakan minuman berkolagen dosisnya cukup rendah dan tidak mencukupi.
Baca Juga: Beragam Manfaat Asam Glikolat, dari Mencerahkan Wajah Hingga Cegah Penuaan!
Beruntung kolagen yang terkandung dalam minuman berkolagen adalah kolagen terhidrolisis, yakni yang sudah dipecah-pecah sehingga mudah diserap oleh tubuh.
2. Harus dikonsumsi jangka panjang
Meski minuman berkolagen mudah diserap tubuh, tapi untuk bisa terlihat efeknya memerlukan proses yang panjang, agar bisa membentuk kolagen yang diserap dermis atau kulit, dan biasanya butuh waktu berbulan-bulan.
"Untuk dapatkan positif benefit dari makanan itu nggak bisa pendek, jadi mesti panjang nggak bisa instan, jadi harus panjang ada 13 minggu dan 24 minggu atau setara 6 bulan," kata dr, Fitria lagi.
3. Perhatikan kadar gula
Seringkali dalam minuman berkolagen tidak hanya murni mengandung kolagen terhidrolisis, tapi juga ada gula sebagai perasa.
Jangan sampai karena dosis tinggi yang dibutuhkan dalam jangka panjang, asupan gula yang terkonsumsi juga jadi tinggi.
"Pikirkan juga bagaimana pemanisnya, takutnya setelah itu dapat efek sampingnya dari gula malah nggak baik," tutup Wakil Sekretaris Pengurus Pusat Perdoski itu.